Selasa, 01 September 2009

KRAKATAU PENUH MISTERY

DN. Halwany

Halwany michrob, antropolog sejarah, menemukan kerangka yang diduga korban letusan gunung krakatau. akan diuji di laboratorium di Jakarta, setelah itu akan disimpan di museum krakatau

Ditemukannya sebah kerangka manusia di pantai Anyer - Banten, ujung pulau Jawa Barat bagian Utara. Kerangka manusia yang didapatkan ialah kerangka seseorang yang terlanda musibah pada tahun 1888, ketika itu terjadi Gunung Krakatau meletus dan yang menemukan kerangka manusia tesebut adalah Halwany Michrob seorang antropolog sejarah. Ia melakukan penggalian disekitar anyel Lor dengan tim yang diberi tema Ekskavasi Penyelamatan, semula penggalian tersebut untuk menyingkap peninggalan prasejarah. Akan tetapi kerja yang dimulai pada 1 Agustus 1996 itu hasilnya lain. Di depan Kantor Kecamatan Anyer, hanya beberapa puluh meter dari garis pantai kerangka manusia itu ditemukan dalam posisi tengkurap pada kedalaman 1,2 m. Tangan kanannya tampak menangkup kepalanya yang terletak di antara dua karang seperti terjepit. Sedangkan tangan kirinya memegangi perut.


"Itu jelas bukan sistem penguburan Islam, yang biasanya kedua tangan bersedekap," tambah Halwany. Apalagi lapisan tanah tak menunjukkan bekas lubang penguburan. Penduduk di situ memang bercerita bahwa banyak orang yang menjumpai kerangka manusia ataupun hewan ketika hendak membangun rumah. Semua itu mengingatkan kita akan peristiwa 105 tahun silam, tatkala gelombang raksasa, yang bayak disebut orang dengan gelombang Tsunami, setinggi sekitar 40 meter mengempas Pantai Carita maupun Anyer. Karang seberat ratusan ton pun terlempar ke darat bahkan Kota Kabupaten Caringin pun lenyap ditelan ombak. Namun temuan di Anyer bukan saja kerangka manusia tapi diperoleh juga manik-manik, mata uang Belanda tahun 1880 dan juga ditemukan bekas dapur yang isinya, antara lain, pecahan keramik Cina akhir abad ke-18. Temuan itu, menurut Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Dr. Hasan Muarif Ambary, masih akan diuji di laboratorium di Jakarta. Setelah itu akan disimpan di Museum Krakatau, yang terletak persis di seberang Carita Krakatau Beach Hotel. Museum itu baru diletakkan batu pertamanya dalam acara peringatan 105 tahun meletusnya Krakatau, pendirinya Krakatau Foundation. Turis dan para peneliti akan diharapkan datang, namun keberadaan Museum tersebut entah kemana sekarang tinggal kodonium Lippo hotel yang ada di sana.

Gunung yang terletak di selat sunda ini pernah meletus dahsyat pada 27 agustus 1883, dengan suara letusannya yang terdengar sampai dengan kepulauan rodriguez (penulis juga tidak tau ada dimana) yang berjarak 4653 km dari gunung ini dan terdengar oleh kira kira 1/13 planet bumi ini. Abunya sampai juga ke Singapura yg terletak 840 km sebelah utara krakatau. Debu yang dilontarkan ke angkasa menutup sinar matahari dan mendinginkan bumi. Majalah National Geographic dari Amerika Serikat mencatat penurunan suhu bumi sampai dengan 1,2 derajat celcius satu tahun setelah letusan dan suhu kembali normal 5 tahun kemudian (1888). Letusan Krakatau yang menyemburkan ejekta yaitu debu dan batu apung ke angkasa sebesar 18 meter kubik merupakan nomor tiga di dunia dalam jumlah ejekta yang disemburkan ke atmosfer. Yang pertama adalah letusan Gunung Tambora, juga gunung api Indonesia yang pada 1815 melontarkan 80 km kubik ejekta. Letusan gunung Tambora menyebabkan pendinginan bumi yang sangat jelas sehingga pada tahun 1816 disebut a year without summer di Amerika Serikat. Nomor dua adalah letusan gunung Mazama di Jepang pada tahun 4600 sebelum Masehi yang memuntahkan 42 km kubik ejekta. Letusan ini juga menimbulkan gelombang tsunami setinggi kurang lebih 40m. Bangkai-bangkai manusia, kuda, sapi, ayam, dan anjing tersangkut padanya. Walaupun sudah lemah, gelombang tsunami letusan Krakatau terasa sampai di pantai barat Amerika Selatan

Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra yang Tingginya 813 m (2,667 kaki) dan Koordinat 6°6′27″LS,105°25′3″BT, Meletusnya gunung Krakatau pada tanggal 26 - 27 Agustus 1883 sangat dahsyat dan mengakibatkan terjadinya gelombang tsunami yang diakibatkan tewasnya manusia sekitar kurang lebih 36.000 jiwa. Letusan Krakatau ini menyebabkan perubahan iklim global di hampir belahan dunia. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup setahun berikutnya. Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat disaat Gunung Krakatau itu meletus. Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang giologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut

Munculnya Gunung Krakatau

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, meledaklah gunung itu. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu. Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Gunung Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Indek (VEI) terbesar dalam sejarah modern. Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencavai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Langka, India, Pakistan, Australia dan Selendia Baru. Gelombang laut saat terjadinya meletus naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Seperti terjadi Tsunami di Aceh, ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut. Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak (Serang) hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon) serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujung Kulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari.

Anak Krakatau

Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai anak krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki. Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 7.500 inci atau 500 kaki lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan in bakal terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.

Menurut Profesor Uenda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya.