DN. Halwany
Sebelum Islam tumbuh dan berkembang di Banten, masyarakat Banten masih hidup dalam tata cara kehidupan tradisi prasejarah karena dalam abad-abad permulaan masehi agama Hindu berkembang di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peninggalan purbakala dalam bentuk prasasti arca-arca yang bersifat Hiduistik dan banguan keagamaan lainnya. Sumber naskah kuno dari masa pra Islam menyebutkan tentang kehidupan masyarakat yang menganut Hindu. Sekitar permulaan abad ke 16, di daerah pesisir Banten sudah ada sekelompok masyarakat yang menganut agama Islam. Penyebarannya dilakukan oleh salah seorang pemimpin Islam yang dikenal sebagai wali berasal dari Cirebon yakni Sunan Gunung Jati dan kemudian dilanjutkan oleh putranya Maulana Hasanudidin untuk menyebarkan secara perlahan-lahan ajaran agama Islam daerah Banten. Berkembangnya agama Islam di Banten merupakan salah satu usaha penyebaran para ulama agama Islam yang membawa ajaran tersebut dan sebelumnya telah ada agama lain di Banten seperti agama hindu dan budha, Islam di Banten hasil campuran dengan unsur-unsur kebudayaan Persia yang kemudian membaur dalam berbagai macam variasi dengan menghasilkan keragaman dalam pemahaman keagaman didaerah setempat. Penyebaran Islam di Banten dilakukan oleh Syarif Hidayatullah, pada tahun 1525 M dan 1526 M. Seperti di dalam naskah Purwaka Tjaruban Nagari disebutkan bahwa Syarif Hidayatullah setelah belajar di Pasai mendarat di Banten untuk meneruskan penyebaran agama Isalam yang sebelumnya telah dilakukan oleh Sunan Ampel. Pada tahun 1475 M, beliau menikah dengan adik bupati Banten yang bernama Nhay Kawunganten, dua tahun kemudian lahirlah anak perempuan pertama yang diberi nama Ratu Winahon dan pada tahun berikutnya lahir pula pangeran Hasanuddin. (Atja;1972:26)
Tradisi budaya pra sejarah di Banten sampai saat ini masih berlangsung dan sebagian mayarakat masih mempercayai dan menggunakan buadaya atau adat leluhur, dan mungkin sebagian masyarat lagi sudah tidak terlalu mempercayai apa lagi menggunakannya. Dalam artikel ini saya mencoba akan membahas masalah azimat atau banyak di Banten dengan sebutan Izim yang tumbuh dan berkembang di Banten. Menurut kamus bahasa Indonesia azimat (izim) adalah barang (tulisan) yang dianggap mengandung unsur kesaktian, sedangan menurut bahasa Inggris azimat (amulet) berasal dari bentuk kepercayaan sejak zaman Mesir kuno dan zaman Yunani yang digunakan untuk kepentingan upacara-upacara ritual, pengobatan dan perlindungan. Sebenarnya kepercayaan terhadap azimat atau izim tidak hanya di negara Mesir dan Yunani saja akan tetapi negara India, Persia, Afrika, Malaysia bahkan Indonesia sangat berkembang seiring dengan kebudayan yang ada.
Dari naskah-naskah yang ditemukan oleh para sejarahwan bahwa di Indonesia yang banyak menggunakan ataupun mempercayai azimat berasal dari daerah Sumatra dan Jawa, azimat yang berkembang sebagian besar berawal dari abad 13 – 18, ada yang berbahasa arab dan ada pula yang berbahasa Melayu yang ditulis oleh para penulis dari beberapa aliran yang biasa kita kenal dengan aliran Tarekat. Jadi sebenarnya peranan aliran Tarekat dalam penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya di daerah Jawa sangatlah berperan sekali karena seringkali ditemukan oleh para ahli sejarah, bahwa para penyebar agama Islam di Jawa hampir seluruhnya adalah pemimpin-pemimpin Tarekat. (Koentjaraningrat, 1979). Kebanyakan masyarakat tertarik dengan amalan-amalan praktis yang diajarkan para guru tarikat, dengan demikian penyebaran agama Islam tidak melalui ajaran-ajaran keagamaan secara teoritis melainkan melalui contoh-contoh perbuatan dari guru tarikat. Dikalangan masyarakat yang termasuk dalam lingkungan tradisional, salah satu bentuk keyakinan terhadap agama Islam melihat dari tulisan-tulisan beraksara Arab yang memiliki kekuatan magis (mistis).
Seperti budaya yang biasa kita lihat pada ritual di bulan Safar bayak masyarakat yang beragama Islam (syiah) mempunyai kebiasaan menulis ayat-ayat pendek dari kitab suci Al Qur’an, kemudian di masukkan kedalam sumber air seperti sungai atau laut yang bertujuan untuk menghilangkan kesialan dan terhindar dari malapetaka. Sama juga pada ritual di bulan Syura hampir sama dengan ritual dibualan safar yatu menulis ayat-ayat dari ktab suci Al Qur’an, kemudian di masukkan kedalam tempat air lalu diminum dan dibasuhkan ke muka dengan maksud agar diberikan keselamatan.
Kepercayaan terhadap izim dimana didalam izim tersebut terdapat rajah-rajah atau rumusan-rumusan ayat yang berupa teks mistik dan berbentuk aksara arab yang kental dengan kemistikan. Banyak masyarakat yang masih menggunakan izim seperti didaerah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Banten. Unsur mistik yang terungkap pada simbol yang terdapat pada izim atau azimat ditampilkan melalui aksara Arab yang dirangkai dalam bentuk teks-teks atau tulisan-tulisan yang mengandung arti kalimat tetapi lebih mengarah pada arti perlambangan. Tulisan yang mengandung arti kalimat-kalimat suci berupa ayat-ayat pendek dari kitab suci Al Qur’an, atau rumusan do’a atau mantera dan biasanya disertai dengan tulisan nama Tuhan, nama Nabi, nama syekh atau Wali. Tataletak tulisan bergaya horizontal dan vertikal yang simetris, dan menempatkan bentuk geometris seperti segi tiga, segi empat, segi lima, lingkaran dan bentuk geomertris lainnya. Benda yang biasa digunakan untuk media penulisan izim biasanya antara lain; benda-benda tajam seperti golok, keris, tombak dan sejenisnya; kulit binatang seperti kulit manjangan, kulit harimau, kulit buaya, kulit ular dan kulit kambing; dan kain putih. Sedangkan fungsi dan kegunaannya dibuatnya izim atau azimat yaitu untuk penolak bala seperti terhidar dari gangguan yang datang dari musuh yang terlihat atau yang gaib; menjaga diri seperti kebal terhadap senjata tajam; kepribadian seperti ingin dihargai dan dipercayai oleh atasan; percintaan seperti mendapatkan daya tarik dari lawan jenis; dan perdagangan seperti mendapatakan pembeli dan langganan yang banyak.
Kepercayaan terhadap azimat atau izim sudah berlangsung sejak pra Islam di Indonesia khususnya masa agama hindu dan budha hal ini dilihat dari alkulturasi dan korelasi dari segi disain penulisan izim tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap benda azimat atau izim masih terpengaruh dari kebudayaan lama, pada mulanya penulis menduga hanya masyarakat pedesaan saja yang masih menggunakan dan mempercayai azimat atau izim, akan tetapi masyarakat kota pun tidak sedikit yang mempercayai ataupun yang menggunakan izim tersebut.
Sumber Data :
1. Ayatrohaedi, 1980, Masyarakat Sunda Sebelum Islam
2. Djajadiningrat,P.A. Hoesein, 1983, Tinjauan Kritis tentang Sedjarah Banten
3. Halwany Michrob, 1981, Pemugaran dan Penelitian Arkeologi Sebagai Sumer Data Bagi Perkembangan Sejarah Kerajaan Islam Banten 1982, Sejarah Masuknya Islam Ke Banten
4. Hamka, 1967, Sejarah Umat Islam Jilid III
5. Hasan M. Ambary, 1981, Mencari Jejak Kerajaan Islam Tertua di Indonesia
6. Muhamad Fajar Siddik, 1987, Skripsi S1 dengan judul “Bentuk Azimat Beraksara Arab di Jawa Barat”
Selasa, 03 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar