Kenali, menggali dan mengembangkan potensi parawisata Banten sangatlah langkah yang tepat dan strategis, karena banyaknya potensi kekayaan parawisata yang dimiliki Banten yang bayak dikenal tetapi kurangnya penanganan yang serius dan terarah dari pemerintah setempat. seperti; potensi wisata kepurbakalaan Banten, potensi wisata pantai, potensi wisata gunung, potensi wisata cagar alam dan hutan lindung, potensi wisata argo serta potensi wisata budaya Banten.
Salah satu potensi seni budaya yang ada di Banten adalah Debus, masyarakat menyadari dan percaya bahwa seni budaya yang dimiliki warga Banten sangat potensial dan dapat dikatakan sejajar dengan seni-seni budaya lainnya yang sudah dikenal. Sehingga diharapkan dengan adanya seni kebudayaan Banten yang di kenalkan akan merubah masyarakat dan pemerintah menjadi perduli terhadap perkembangan seni budaya yang banyak terdapat di Banten, karena seni budaya Banten adalah cerminan atau ciri masyarakat Banten secara keseluruhan.
Debus merupakan kesenian rakyat yang timbul di Banten setelah abad ke 16, setelah Sultan Maulana Hasanuddin mengislamkan daerah Banten maka banyak keajaiban-keajaiban yang timbul dengan kekuatan kebatinan yang didasari atas kepercayaan kepada Tuhan. Selain debus, di Banten Selatan pun terdapat juga kesenian yang menggetarkan hati yaitu gacle, ini hampir sama dengan debus. Seorang pemain dipotong-potong badannya kemudian dibagi-bagikan kepada penonton. Setelah beberapa lama, potongan-potongan tadi dikumpulkan kembali ketengah arena dan titutup dengan daun pisang. Gamelan dipukul gencar, kemudian daun pisang dibuka, potongan-potongan itu kembali utuh bahkan terus berdiri. Namun sekarang ini sudah tidak ada lagi kesenian gacle ini, tidak tahu kenapa kesenian yang sangat membudaya dikalangan masyarakat hilang begitu saja.
Keajaiban pada pemain-pemain debus ataupun gacle bukanlah suatu yang timbul dengan tiba-tiba, mereka telah menyiapkan diri sejak kecil tirakat, puasa Senin – Kamis merupakan hal rutin dilakukannya, sebelum bermain mereka berkonsentrasi dan berdoa sejenak, ini semacam white magic. Pemain debus samapi saat inipun masih banyak terdapat di Banten
Sejarahnya
Asal usul kesenian debus tidak dapat dipisahkan dari penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya di daerah Banten. Terutama peyebarannya Islam pada masa Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), digunakan sebagai seni untuk memikat masyarakat Banten yang masih memeluk agama selain Islam dengan cara mempertontonkan kekuatan tubuh terhadap senjata tajam atau benda keras atau yang sering kita dengar dengan sebutan Debus. Pendapat lain mengatakan bahwa pada masa Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672) debus dijadikan sebagai sarana untuk berjuang para masyarakat Banten untuk melawan keangkaramurkaan Belanda pada masa itu.
Debus atau Almadad diajarkan oleh seorang ulama yang banyak mengguankan ilmu Hikayat (ilmu Tarekat Qodariah), ada persamaan Debus di daerah Banten dengan debus yang tumbuh di daerah Aceh dengan sebutan Deboah. Kemunginan besar asal kata debus juga dari kata Deboah. Syech Almadad dari Aceh banyak mengajarkan ilmu Hikayat (tarekat) sehingga ilmu ini banyak tersebar di daerah Banten.
Pada abad ke 16 – 17 M. Debus berkembang dikalangan laskar Banten. Kadang – kadang Sultan Abul Fathi Abdul Satah turut memimpin debus di kalangan prajurit Banten. Mereka dipimpin oleh beliau melakukan perang-perangan dengan menggunakan alat yang tajam dan runcing, seperti tombak dan pedang, dengan keyakinan yang kuat mereka percaya tidak ada suatu benda tajam apapun yang dapat melukai kulitnya kalau tidak dikehendaki oleh Allah SWT, kemudian permainan ini teresap pada masyarakat sehingga terciptanya kesenian debus samapai sekaranng.
Alat-alatnya
Alat musik yang digunakan antara lain; satu pasang kendang, dua buah rebana yang besar (disebut terbang gede), dua buah bedug kecil, terompet penca, dan kecrek, sedangkan alat yang digunakan antara lain; gada, palu besar, golok, pisau, jarum, paku, silet, dan lain sebagainya.
Cara Permainannya
Pemimpin rombongan memanjatkan do’a dan berzikir yang isinya memuji-muji Allah dan salawat kepada Nabi Muhammad SAW, serta pada para sahabatnya dan kerabatnya dengan gabungan suara zikir dan tabuh tabuahan yang sangat harmonis. Dua orang pemain yang masing-masing membawa gada bertangkai besi yang sangat runcing dan palu besar sambil menari mengikuti irama tabuh-tabuhan. Setelah beberapa kali menari berkeliling, terdengar suara Almadad yang dijawab oleh temannya hadir lalu barulah mereka berhadap-hadapan yang seorang menahan gada bertangkai besi yang runcing tersebut pada perut, dada, paha dan yang seorang lagi memalu gada temannya dengan palu besar sekuat tenaganya. Demikianlah selanjutnya permainan ini diulang beberapa kali. Selanjutnya permainan tersebut berkembang dengan menggunakan alat-alat tajam yang lain serta caranyapun mermacam-macam, seperti; mengerat, mengiris dan membacok bagian badan, tiduran diatas paku, menggoreng telur diatas kepala dan banyak lagi atraksi yang lainnya.
Sumber Data :
1. Halwany Michrob, 1989, Debus Al Madad Tradisional Pereforming Art of Banten
2. Buklet 1994, Banten Festifal 94
3. Buklet 1997, Banten The Virgin Destination of Indonesia
4. Tim penyusun Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan Prop. Banten,
2003, Profil Seni Budaya Banten
ngeri
BalasHapusMantab..!
BalasHapus