DN. Halwany
Sebelum Islam berkembang di Banten, masyarakat Banten masih hidup dalam tata cara kehidupan tradisi prasejarah dan dalam abad-abad permulaan masehi ketika agama Hindu berkembang di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peninggalan purbakala dalam bentuk prasasti arca-arca yang bersifat Hiduistik dan banguan keagamaan lainnya. Sumber naskah kuno dari masa pra Islam menyebutkan tentang kehidupan masyarakat yang menganut Hindu. Sekitar permulaan abad ke 16, di daerah pesisir Banten sudah ada sekelompok masyarakat yang menganut agama Islam. Penyebarannya dilakukan oleh salah seorang pemimpin Islam yang dikenal sebagai wali berasal dari Cirebon yakni Sunan Gunung Jati dan kemudian dilanjutkan oleh putranya Maulana Hasanudidin untuk menyebarkan secara perlahan-lahan ajaran agama Islam daerah Banten.
Banten adalah salah satu pusat perkembangan Islam, karena Banten mempunyai peranan penting dalam tumbuh dan berkembangnya Islam, khususnya di daerah Jakarta dan Jawa Barat. Dikarenakan letak geografisnya yang sangat strategis sebagai kota pelabuhan. Di Banten telah berdiri satu kerajaan Islam yang lebih dikenal oleh masyarakat Banten dan sekitarnya dengan sebutan Kesultanan Banten.
Peninggalan sejarah yang amat berharga ini namaknya akan selalu menarik untuk diteliti dan dikaji terutama dikalangan sejarawan dan para ilmuan. Disamping karena pertumbuhan dan perkembangan Islam di Banten yang menarik, ternyata sejarah Islam di Banten belum banyak diteliti secara tuntas sehingga masih banyak hal-hal yang penting yang perlu diteliti dan dipelajari secara lebih mendalam.
Keadaan Banten Pra Islam
Daerah Banten memiliki beberapa data arkeologi dan sejarah dari masa sebelum Islam masuk ke daerah ini, sumber data arkeologi menujukan bahwa sebelum Islam masyarakat Banten hidup pada masa tradisi prasejarah dan tradisi Hindu-Buddha. Tradisi prasejarah ditandai oleh adanya alat-alat kehidupan sehari-hari dan kepercayaan yang mereka anut, demikian pula dengan masa kehidupan Hindu dan Buddha ditandai oleh peninggalan Hindu masa itu berupa prasasti arca Nandi dan benda-benda arkeologi lainnya, serta naskah-naskah kuno yang mencatat keterangan tentang kehidupan masyarakat pada masa itu.
Selain itu di Banten terdapat sisa-sisa kebudayaan megalitik tua (4500 SM hingga awal masehi) seperti menhir di lereng gunung Karang di Padeglang, dolmen dan patung-patung simbolis dari desa Sanghiang Dengdek di Menes, kubur tempayan di Anyer, kapak batu di Cigeulis, batu bergores di Ciderasi desa Palanyar Cimanuk, dan lain sebagainya. (Sukendar;1976:1-6) Penggunaan alat-alat kebutuhan yang dibuat dari perunggu yang terkenal dengan kebudayaan Dong Son (500-300 SM) juga mempengaruhi penduduk Banten. Hal ini terlihat dengan ditemukannya kapak corong terbuat dari perunggu di daerah Pamarayan, Kopo Pandeglang, Cikupa, Cipari dan Babakan Tanggerang.
Selain bukti arkeologi berupa arca Siwa dan Ganesha ini belum ada lagi data sejarah yang cukup kuat untuk menunjang keberadaan kerajaan Salakanagara ini yang lebih jelas, adapun prasasti Munjul yang ditemukan terletak disungai Cidanghiang, Lebak Munjul Pandegalng adalah prasasti yang bertuliskan Pallawa dengan bahasa Sangsekerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman, ini berarti bahwa daerah kekuasaan Tarumanegara sampai juga ke daerah Banten, karena kerajaan Tarumanegara pada masa itu berada dalam keadaan makmur dan jaya.
Pada awal abad ke XVI, di Banten yang berkuasa adalah Prabu Pucuk Umun, dengan pusat pemerintahan Kadipaten di Banten Girang sedangkan Banten Lama hanyalah berfungsi sebagai pelabuhan saja. (Ambary;1982:2) Untuk menghubungkan antara Banten Girang dengan pelabuhan Banten, dipakai jalur sungai Cibanten yang pada waktu itu masih dapat dilayari. (Ayathrohaedi;1979:37) Tapi disamping itu pula masih ada jalan darat yang dapat dilalui yaitu melalui jalan Kelapa Dua. (Hoesein;1983:124)
Untuk selanjutnya keadaan Banten pada abad ke VII samapi dengan abad ke XIII, kita tidak mendapatkan keterangan yang menyakinkan, hal ini disebabkan karena data yang diperoleh para akhli belum lengkap.
Tumbuh dan Berkembangnya Islam Di Banten
Penyebaran Islam di Banten dilakukan oleh Syarif Hidayatullah, pada tahun 1525 M dan 1526 M. Seperti di dalam naskah Purwaka Tjaruban Nagari disebutkan bahwa Syarif Hidayatullah setelah belajar di Pasai mendarat di Banten untuk meneruskan penyebaran agama Isalam yang sebelumnya telah dilakukan oleh Sunan Ampel. Pada tahun 1475 M, beliau menikah dengan adik bupati Banten yang bernama Nhay Kawunganten, dua tahun kemudian lahirlah anak perempuan pertama yang diberinama Ratu Winahon dan pada tahun berikutnya lahir pula pangeran Hasanuddin. (Atja;1972:26)
Setelah Pangeran Hasanuddin menginjak dewasa, syarif Hidayatullah pergi ke Cirebon mengemban tugas sebagai Tumenggung di sana. Adapun tugasnya dalam penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada Pangeran Hasanuddin, di dalam usaha penyebaran agama Islam Ini Pangeran Hasanuddin berkeliling dari daerah ke daerah seperti dari G. Pulosari, G. Karang bahkan sampai ke Pulau Panaitan di Ujung Kulon. (Djajadiningrat;1983:34) Sehingga berangsur-angsur penduduk Banten Utara memeluk agama Islam. (Roesjan;1954:10)
Karena semakin besar dan maju daerah Banten, maka pada tahun 1552 M, Kadipaten Banten dirubah menjadi negara bagian Demak dengan Pangeran Hasanuddin sebagai Sultannya. Atas petunjuk dari Syarif Hidayatullah pusat pemerintahan Banten dipindahkan dari Banten Girang ke dekat pelabuhan di Banten Lor yang terletak dipesisir utara yang sekarang menjadi Keraton Surosowan. (Djajadiningrat;1983:144) Pada tahun 1568 M, saat itu Kesultanan Demak runtuh dan digantikan oleh Panjang, Barulah Sultan Hasanuddin memproklamirkan Banten sebagai negara merdeka, lepas dari pengaruh Demak atau pun Panjang. (Hamka;1976:181) Disamping itu Banten juga menjadi pusat penyebaran agama Islam, banyak orang-orang dari luar daerah yang sengaja datang untuk belajar, sehingga tumbuhlah beberapa perguruan Islam di Banten seperti yang ada di Kasunyatan. Ditempat ini berdiri masjid Kasunyatan yang umurnya lebih tua dari masjid Agung Banten. (Ismail;1983:35) Disinilah tempat tinggal dan mengajarnya Kiayi Dukuh yang bergelar Pangeran Kasunyatan guru dari Pangeran Yusuf. (Djajadiningrat;1983:163)
Kerajaan Islam di Banten Saat itu lebih dikenal oleh masyarakat Banten dan sekitarnya dengan sebutan Kesultanan Banten. Kesultanan Banten telah mencapai masa kejayaannya dimasa lalu dan telah berhasil merubah wajah sebagian besar masyarakat Banten. Pengaruh yang besar diberikan oleh Islam melalui kesultanan dan para ulama serta mubaligh Islam di Banten seperti tidak dapat disangsikan lagi dan penyebarannya melalui jalur politik, pendidikan, kebudayaan dan ekonomi di masa itu.
Setelah kesultanan Banten berakhir maka sekarang tingglallah peninggalan sejarah berupa bekas istana kerajaan dan beberapa bangunan lain seperti; Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, Mesjid Agung dan Menara Banten, Mesjid Pacinan Tinggi, Masjid Kasunyatan, Masjid Caringin, Gedung Timayah, makam-makam sultan Banten dan banyak lagi yang lainnya. Bangunan – bangunan itu tidak terlepas dari pengaruh religius (Hinduisme dan Islam), serta terjadinya akulturasi negara-negara lain seperti; Belanda, Cina, dan Gujarat.
Sumber Data :
1. Ayatrohaedi, 1980, Masyarakat Sunda Sebelum Islam
2. Djajadiningrat,P.A. Hoesein, 1983, Tinjauan Kritis tentang Sedjarah Banten
3. Halwany Michrob, 1981, Pemugaran dan Penelitian Arkeologi Sebagai Sumer Data Bagi Perkembangan Sejarah Kerajaan Islam Banten 1982, Sejarah Masuknya Islam Ke Banten
4. Hamka, 1967, Sejarah Umat Islam Jilid III
5. Hasan M. Ambary, 1981, Mencari Jejak Kerajaan Islam Tertua di Indonesia
hatur nuhun kang informasine...
BalasHapus