Jumat, 18 Desember 2009

Seren Taun Cisungsang

DN. Halwany



Patromak mah nu geulis, lampu patromak
Patromak mah si Bapa peupeus kacana
Ngahormat mah geuningan abdi ngahormat
Ngahormat ti Abdi kasadayana, geuningan kasadayana….

Sanes hideung mah nu gede ku bajuna
Hideung soteh si Nyai ku calanana
Sanes nineung si Bapa mah ku lucuna
Nineung soteh ka Abdi sok ku belana, geuningan sok kubelana….

Tong ka leuweung nu geulis sok seuur sireum
Ka cai mah si Nyai geura mandikeun
Tong ka deungeun nu geulis sok Abdi nineung
Pasini jeung Abdi geura jadikeun, Silanglai…. Sidulaela…..

Syair-syair sisindiran dalam seremonial cisungsang yang biasa dilantunkan dengan alat musing Angklung buhun sebagai pengiringnya, hal ini dapat dilihat pada seren taun Cisungsang yang biasa dipagelarkan pada saat panen raya di bulan Juli yang bermaksud penyimanan hasil panen dalam lumbung padi. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Cisungsang yaitu Bahasa Sunda.

Cisungsang sebuah daerah yang memiliki luas ± 2.800 km2. Terletak di kaki Gunung Halimun, Desa Cibeber Kabupaten Lebak, kawasan ini dikelilingi oleh 4 (Empat) desa yaitu Desa Cicarucub, Bayah, Citorek, dan Cipta Gelar. Nama Cisungsang pada awalnya berasal dari nama salah satu sungai yang mengalir dari Talaga Sangga Buana. Talaga ini mengalir ke 9 (sembilan) sungai yaitu Sungai Cimadur, Ciater, Cikidang, Cisono, Ciberang, Cidurian, Cicatih, Cisimeut, dan Cisungsang. Wilayah Cisungsang dapat ditempuh dengan waktu 5 jam saja dari kota Rangkasbitung Kab. Lebak atau berjarak ± 175 Km dari pusat kota Provinsi Banten. Kondisi jalan menuju lokati tersebut cukup baik dan dapat ditempuh dengan kendaraan apapun.

Kebudayaan

Kawasan ini dipimpin oleh seorang Kepala Adat, yang penunjukannya melalui proses wangsit dari karuhun. Dikawasan ini sudah penggantian kepala adat dan telah terjadi 4 generasi yaitu generasi pertama oleh dipimpin oleh Embah Buyut yang berusia ± 350 tahun, generasi kedua oleh Uyut Sakrim berusia ± 250 tahun, generasi ketiga oleh Oot Sardani berusia ± 126 tahun dan generasi keempat oleh Abah Usep yang sekarang berusia 35 tahun, dimana beliau mulai memegang tampuk pimpinan pada usia 19 tahun. Abah Usep ini selain menjadi kepala adat beliau mempunyai keahlian di bidang supranatura (dukun) yaitu bisa membaca pikiran orang, Dalam menjalankan pemerintahannya Abah Usep dibantu oleh 87 Rendangan artinya orang yang ditunjuk secara turun temurun yang merupakan perwakilan dari kepala adat.

Sedikit berbeda dengan masyarakat Baduy, masyarakat Cisungsang lebih terbuka terhadap perkembangan, seperti baduy menggunakan sistem isolasi yakni masyarakatnyanya (baduy dalam) tidak dapat beralkulturasi dengan masyarakat luar, sedangkan masyarakat cisungsang tidak seperti itu terbukti dengan adanya penerangan listrik, bentuk rumah, bertani sudah menggunakan alat-alat yang modern dan media elektronik sudah ada seperti TV, Radio, Tape Recorder, Telepon dan Satelit. Namun tentu saja tanpa meninggalkan budaya asli leluhurnnya seperti bentuk rumah tradisi yaitu rumah kayu berbentuk panggung dengan alat memasak tungku (hawu) yang di atasnya dilengkapi tempat penyimpanan alat-alat dapur yang disebut Paraseuneu.

Pakaian adat masyarakat Cisungsang adalah Pakaian dengan 2 warna Hitam dan Putih (Hideung sareng Bodas) mengandung arti yaitu hideung yang berasal dari kata hideng yang berarti cerdas, cepat mengerti. Sedangkan bodas artinya putih bersih, suci jadi harus mempunyai hati yang bersih. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian bertani, berdagang bahkan setelah dipimpin oleh Abah Usep, sebagian besar anak mudanya menjadi pekerja buruh ke kota-kota terutama ke Jakarta dan Sukabumi.

Kepecayaan
Sistem pemerintahan yang digunakan dalam masyarakat Cisungsang menganut 3 sistem, yaitu : sistem pemerintahan negara, sistem kasepuhan (hukum adat), dan sistem agama (hukum Islam). Masyarakat Cisungsang menganut Agama Islam namun dalam mengatur kesehariannya mereka juga memiliki hukum adat dalam perkembangan, kehidupan sehari hari mereka juga menggunakan Syariat Islam salah satu contoh mereka biasa melakukan shalat, Mereka lebih percaya dengan adanya wangsit dari karuhun melalui Kepala Adat (Abah Usep), jadi segala sesuatu ditentukan oleh Abah Usep misalnya jika Abah tidak menghendaki sesuatu atau yang tidak diharapkan akan terjadi akibatnya yaitu berupa sering menderita sakit, usaha selalu rugi/gagal, rumah tangganya berantakan dan sampai ada yang meninggal dunia secara tiba-tiba. Karena lebih meyakini hukum adat maka masyarakat Cisungsang sangat menjaga dan mematuhi larangan-larangan dan kewajiban dari kepala adat karena diyakini akan terjadi sesuatu (kualat) jika melanggar, tapi jika kepala adat menghendaki akibat itu tidak terjadi maka masyarakat Cisungsang harus melakukan Lukun (Pengakuan Dosa).


Lukun ini terbagi kedalam 3 (tiga) tahapan sesuai dengan perbuatan/dosa-dosa yang melanggar hukum adat diantaranya :

1. Lukun Lima (5) yaitu jika seseorang melakukan perbuatan/dosa kecil cara yang harus dilakukan adalah menyembah Kepala Adat/Abah sebanyak lima kali disertai dengan doa-doa.

2. Lukun Tujuh (7) yaitu seseorang melakukan dosa sedang cara yang dilakukan menyembah Kepala Adat /Abah sebanyak tujuh kali disertai doa-doa,

3. Lukun Salapan (9) yaitu seseorang yang melakukan perbuatan melanggar hukum adat yang sudah parah seseorang ini akan menyerahkan diri sampai berani dibunuh dan biasanya sampai meninggal dunia kalau tidak segera melakukan lukun salapan.


Masyarakat Cisungsang sangat percaya dengan hukum adat, hukum adat ini merupakan perwujudan amanat-amanat leluhur dari sekelompok suku yang hidup turun temurun untuk kemudian dijadikan pedoman dalam memutuskan sikap hidup. Dalam hal ini Masyarakat Cisungsang memiliki pandangan hidup yang sangat terikat serta patuh terhadap peraturan hukum adatnya yang berlaku secara turun temurun. Masyarakat Adat Cisungsang sangat mengagungkan Padi (pare) Sari Pohaci Dewi Sri, dengan keyakinan bahwa padi ini sebagai sumber kehidupan mereka maka masyarakat ini selalu mengadakan upacara-upacara atau ritual-ritual untuk mengagungkan padi diantaranya dari menanam padi sampai menyimpan padi harus mengadakan selamatan yang disebut dengan Ngamumule Pare (memelihara padi).

Rangkaian Ritual dalam rangka Ngamumule Pare:

1. Nibakeun Sri ka Bumi yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat akan menyebar benih dan waktu dari menyebar sampai menuai benih selama 45 s/d 50 hari. Kegiatan ini diawali dengan mengadakan upacara selamatan yang dilakukan dirumah kasepuhan dan diawali dengan acara doa bersama, dilanjutkan dengan makan bersama dan mengadakan hiburan. Kesenian yang ditampilkan adalah Angklung buhun dan Dogdog lojor. Kegiatan ini dilakukan dari pagi hari sampai dengan siang hari;

2. Ngamitkeun Sri U Bumi yaitu kegiatan yang dilakukan sebelum memetik atau menuai hasil panen yang diawali dengan upacara selamatan yang dilakukan dirumah kasepuhan dan diawali acara doa bersama, dilanjutkan dengan makan bersama dan hiburan dengan menampilkan Angklung buhun dan Dogdog lojor. Kegiatannya dilakukan pagi hari sampai siang hari;

3. Ngunjal yaitu kegiatan penyimpanan padi ke lumbung (leuit) setelah dikeringkan/dilantayan. Kegiatan ini diawali dengan acara selamatan (doa bersama) dengan menyediakan tumpeng dan diiringi tetabuhan dogdog lojor dan rengkong;

4. Rasul Pare di Leuit yaitu mempersembahkan tumpeng rasul dan bebakak ayam jantan berwarna kuning keemasan. Kegiatan ini dilaksanakan dan dipimpin oleh ketua adat yang didampingi 7 (tujuh) orang pake pake kolot (tujuh orang tua yang diambil berdasarkan garis keturunan);

5. Seren Taun (menyimpan padi ke lumbung) dilakukan setiap tahun yang jatuh di bulan Juli dan untuk tahun berikutnya maju 10 (sepuluh hari) dari tahun sebelumnya. Kegiatan seren taun ini berlangsung selama 7 (tujuh) hari 7 (tujuh) malam. Ada 3 (tiga) kegiatan pokok yang tidak boleh dilewatkan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Hari Jumat malam Sabtu wajib menampilkan kesenian tradisional pantun;

b. Hari Minggu jam 14.00 WIB, kirim doa ka karuhun (leluhur) yaitu suatu acara yang bersifat sakral dan wajib dilakukan;

c. Hari Senin jam 12.00 WIB, Rasul Seren Taun yakni kirim doa kepada Yang Maha Kuasa yang dipimpin oleh Abah (ketua adat) yang wajib diikuti oleh seluruh perwakilan adat rendangan kasepuhan Cisungsang. Selain Upacara Ngamumule pare di Desa Cisungsang ada beberapa upacara adat lainnya yaitu:

a. Acara Bulan purnama yaitu acara adat yang dilaksanakan 12 kali dalam setahun setiap tanggal 14 pada waktu bulan purnama, dilakukan dengan menggunakan bacaan Jangjawokan, menurut beberapa adat jangjawokan ini ada yang bisa diinformasikan kepada orang tertentu, ada yang tidak bisa diinformasikan kepada orang lain;

b. Acara Ngukus di Pandaringan adalah acara dimana setiap Minggu malam Senin dan Rabu malam Kamis mengadakan Pedupaan di setiap rumah;

c. Acara Prah Prahan, dilaksanakan Hari Jumat pertama bulan Muharam, dimana seluruh masyarakat adat membawa Sawen, bubur beureum (bubur merah), bubur bodas (bubur putih) yang dikumpulkan dirumah ketua adat untuk diberi doa/mantera (jangjawokan) yang dipimpin langsung oleh ketua adat. Selanjutnya dibawa lagi ke rumah masing-masing masyarakat adat untuk segera ditempelkan dilawang panto (diatas pintu). Isi Sawen berupa :

· Daun Hanjuang;

· Daun Tulak Tanggul;

· Sulangkar;

· Daun Darangdan;

· Daun Ilat;

· Daun Rane;

· Daun Palias;

· Pacing;

· Lempah Bodas (Bubur Putih);

d. Acara Rasul Mulud adalah acara yang wajib dilakukan pada bulan Mulud dan dilaksanakan pada hari Senin atau Kamis setelah tanggal 14 (empat belas) pada bulan tersebut;

e. Acara Rasul Ruwah adalah acara yang wajib dilakukan pada bulan Ruwah dan dilaksanakan pada hari Senin atau Kamis setelah tanggal 14 (empat belas) pada bulan tersebut;

f. Acara Nyebor, kegiatan ini merupakan lanjutan dari prah prahan yaitu suatu kegiatan dimana para bayi yang lahir pada tahun tersebut untuk di simur/nyimur. Acara simur ini dilakukan oleh petugas khusus yang dinamakan Tukang Rorok.

Atraksi dan Fasilitas

Bagi para wisatawan yang penat dengan rutinitas keseharian, kawasan sejenis ini sedang menjadi trend alternatif, yang sangat tepat dalam ‘merecovery’ sekaligus pembangkit jiwa petualangan anda, tentu dengan suguhan alam asri, dalam balutan budaya masyarakat tradisional. Sekaligus nikmati pula fasilitas tradisional home stay dengan harga yang sangat terjangkau.


Kesenian yang berkembang di masyarakat Adat Cisungsang adalah:
1. Angklung buhun;
2. Dogdog lojor;
3. Sisindiran/pantun;
4. Ngagondang;
5. Wayang golek;
6. Ujungan, terdiri dari Hoe ageung,Hoe alit dan Golok;
7. Silat baster diiringi pencak silat tarik kolot;
8. Rengkong;
9. Celempung, yaitu alat musik dari bambu yang dimainkan dengan cara dipukul dengan telapak tangan
10. Karinding;
11. Betok, yaitu Bass dari bambu yang dimainkan dengan cara ditiup;


Sedangkan cara penyajian Angklung buhun meliputi 12 orang dan dibagi kedalam 2 regu, masing – masing regu terdiri dari 6 orang yaitu 2 pemain dogdog dan 4 pemain angklung. Angklung buhun ditampilkan setiap mengadakan upacara-upacara adat sedikitnya 4 kali dalam setahun, gerakan dari angklung buhun yaitu 2 langkah kedepan dan 1 langkah kebelakang yang artinya mawas diri atau setiap melakukan pekerjaan jangan selalu melihat kedepan harus sekali-kali melihat kebelakang uraian penyajian;

1. Bubuka;

2. Lagu-lagu angklung;

3. Ngadu angklung;

4. Penutup.

Menyibak Misteri Salakanegara

sebuah cerita yang didapat hasil dari wawancara dengan tokoh, tetua dan masyarakat sekitar wilayah Banten Selatan dan Banten Kidul

DN. Halwany



Salakanagara, berdasarkan Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta) diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Nama ahli dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Banten memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein Djajadiningrat, Tb. H. Achmad, Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan banyak lagi yang lainnya. Selain itu banyak pula temuan-temuan mereka disusun dalam tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku. Belum lagi nama-nama seperti John Miksic, Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar, Claude Guillot, Ayatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain yang menambah wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan karya-karyanya dibuat baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggeris.

Sedangkan menurut naskah Pustaka Rayja-rayja I Bhumi Nusantara, salah satu kerajaan di pulau Jawa adalah Salakanagara (artinya: negara perak). Salakanagara didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi). Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota Pandeglang, kota yang terkenal dengan hasil logamnya (Pandeglang dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata panday dan geulang yang artinya pembuat gelang). Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan Sunda, memperkirakan bahwa letak ibukota kerajaan tersebut adalah yang menjadi kota Merak sekarang (merak dalam bahasa Sunda artinya "membuat perak"). Sebagain lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar Gunung Salak, berdasarkan pengucapan kata "Salaka" dan kata "Salak" yang hampir sama. Prasasti yang berumur 1600 tahun yang berasal dari zaman Purnawarman, raja Tarumanagara, yang ditemukan di Kelurahan Tugu, Jakarta. Adalah sangat mungkin bahwa Argyre atau Argyros pada ujung barat yang disebutkan Claudius Ptolemaeus Pelusiniensis (Ptolemy) dari Mesir (87-150 AD) dalam bukunya “Geographike Hypergesis” adalah Salakanagara. Suatu laporan dari China pada tahun 132 menyebutkan Pien, raja Ye-tiau, meminjamkan stempel mas dan pita ungu kepada Tiao-Pien. Kata Ye-tiau ditafsirkan oleh G. Ferrand, seorang sejarawan Perancis, sebagai Javadwipa dan Tiao-pien (Tiao=Dewa, Pien=Warman) merujuk kepada Dewawarman. Kerajaan Salakanagara kemudian digantikan oleh kerajaan Tarumanagara.

Dewawarman adalah duta keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan puteri penghulu setempat, sedangkan pendiri Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman, pengungsi dari wilayah Calankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai oleh kerajaan lain. Sementara Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, Bharata setelah daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain. Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang. Adalah Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Hal ini membuat semua pengikut dan pasukan Dewawarman menikah dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya. Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agnynusa (Negeri Api)yang berada di Pulau Krakatau.

Banten Selatan banyak sekali cerita yang menyuguhkan tentang sejarah yang sangat menarik untuk di teliti. Salah satunya sejarah Kerajaan Salakanagara yang masih kontraversi para ahli sejarah dan ahli arkeologi. Tapi tempat-tempat seperti situs Cihunjuran, Citaman, Pulosari dan Ujung Kulon merupakan tempat-tempat yang dapat menyibak dan menyimpan banyak hal tentang keberadaan tentang Kerajaan Salakanagara. Di Cihunjuran misalnya, di tengah hamparan pesawahan terdapat beberapa batu-batu purba (menhir) serta kolam-kolam pemandian purba tepatnya seperti zaman Megalitikum.


Bukan hanya batu-batuan dan kolam-kolam purba yang menambah menariknya Cihunjuran, pemakaman Aki Tirem Luhur Mulia atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Angling Dharma dalam nama Hindu dan Wali Jangkung dalam nama Islam, ukurannya pemakamannya tidak seperti pemakaman pada umumnya ini membuat semakin bertambah nilai eksotik tempat tersebut. Batu Dolmen, tumpukan menhir dan Batu Dakon serta Batu Peta yang sampai saat ini belum ada satu orang pun yang dapat menerjemahkan isi peta tersebut semakin menambah eksotisme nilai sejarah yang ada di situs Cihunjuran. Ditengah rasa kekaguman dan keingintahuan terhadap eksotisme sejarah peninggalan Kerajaan Salakanagara walau tidak banyak keterangan dari tokoh masyarakat, tetua adat dan masyarakat setempat membuat rasa keingintahuan itu pun sedikit terpuaskan dengan adanya keterangan tersebut. Berikut beberapa keterangan dari mereka :


1. Kerajaan Salakanagara Ada Sejak Abad Ke 1

Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua yang ada di Nusantara. Raja pertama Kerajaan tersebut adalah Dewawarman. Dewawarman merupakan duta dari Kerajaan India yang diutus ke Nusantara (Pulau Jawa), kemudian Dewawarman dinikahkan oleh Aki Tirem Luhur Mulia dengan Putrinya yang bernama Larasati Sri Pohaci, maka setelah Dewawarman menjadi menantu dari Aki Tirem Luhur Mulia diangkatlah Dewawarman menjadi Raja I (pertama) yang memikul tampuk kekuasaan Kerajaan Salakanagara. Saat menjadi Raja Dewawarman I dinobatkan dengan nama Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara. Kerajaan Salakanagara beribukota di Rajatapura yang sampai tahun 363 menjadi pusat Pemerintahaan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I-VIII).

2. Nama lain Aki Tirem Luhur Mulia

Beliau merupakan mertua dari penguasa pertama kerajaan Salakanagara. Dewawarman lebih dikenal oleh masyarakat setempat (Cihunjuran) dengan nama Prabu Angling Dharma dan Wali Jangkung. Nama inilah yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan apakah Angling Dharma/Wali Jangkung hanya sebuah cerita rakyat biasa tanpa fakta ataukah nama Angling Dharma/Wali Jangkung memang benar-benar nama lain dari Aki Tirem Luhur Mulia? Tapi kalau ini memang benar adanya, lalu samakah Angling Dharma yang ada di Jawa Tengah dengan Angling Dharma versi masyarakat Cihunjuran?. Ada satu lagi hal yang menarik yang harus dipertanyakan. Kalau memang Angling Dharma itu nama lain dari Aki Tirem Luhur Mulia, lalu bagaimana dengan Wali Jangkung. Bukankah sebutan Wali hanya untuk orang-orang yang memeluk agama Islam? Lalu apa sebenarnya agama yang dianut oleh Aki Tirem Luhur Mulia? Islam kah atau Hindu? Apakah Aki Tirem Luhur Mulia (nama asli) beragama Islam atau Hindu? Tapi dari ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat dapat diartikan bahwa Aki Tirem Luhur Mulia telah di-Islam-kan oleh penduduk setempat. Itupula yang membuat saya bertambah heran.


Hal tersebut bisa terlihat dari ritual-ritual, yang dijalankan oleh masyarakat setempat terhadap situs kerajaan Salakanagara diantaranya: ziarah yang dilakukan di makam Aki Tirem Luhur Mulia yang menggunakan tata cara Islam mulai dari berwudhu dan bacaan-bacaan Ziarah.

3. Bukti-bukti Sejarah Peninggalan Salakanagara:

a.) Menhir Cihunjuran;

berupa Menhir sebanyak tiga buah terletak di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng. Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang. Tanpa memberikan presisi dimensi dan lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah barat laut gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan Saketi. Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum.

b.) Dolmen;

terletak di kampung Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm, disebut Batu Ranjang. Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang tingginya masing-masing 35 cm. Di tanah sekitarnya dan di bagian bawah batu ada ruang kosong. Di bawahnya terdapat fondasi dan batu kali yang menjaga agar tiang penyangga tidak terbenam ke dalam tanah. Dolmen ditemukan tanpa unsur megalitik lain, kecuali dua buah batu berlubang yang terletak di sebelah timurnya.

c.) Batu Magnit;

terletak di puncak Gunung Pulosari, pada lokasi puncak Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut.


d.) Batu Dakon;

Terletak di Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan


e.) Air Terjun Curug Putri;

terletak di lereng Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang berserak di bawah cucuran air terjun.


f.) Pemandian Prabu Angling Dharma;

terletak di situs Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini dulunya digunakan oleh Prabu Angling Dharma atau Aki Tirem atau Wali Jangkung.


Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua yang ada di nusantara. Hal itu dapat dilihat dari situs-situs peninggalan kerajaan tersebut. Kerajaan Salakanagara terdapat di Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang, dan situs-situs peninggalannya tersebar di Cihunjuran, Citaman, Gunung Pulosari, dan Ujung Kulon. Tapi Kerajaan Salakanegara sampai saat ini masih dalam perdebatan para ahli sejarah dan ahli arkeologi, jadi Kerajaan Salakanegara adalah sebuah misteri yang cukup menarik untuk di teliti dan disibak misteri keberadaannya.


Sumber Data;

Ayatrohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, 2005

Selasa, 06 Oktober 2009

Mesin Pencetak Uang Kuno Ada Di Museum Banten

DN. Halwany

Hari minggu pagi aku dan keluargaku berkunjung ke museum Banten Lama, saat itu begitu sepi tak seramai tempat penzarahan di makom Sultan Banten, mungkin kurang menariknya benda-benda bersejarah yang ada disana. Ada beberapa benda keramik yang menjadi koleksi di Museum, Batu umpak tiang dan batu karang dinding benteng Banten Lama, Uang koin Banten terbuat dari tembaga berdiamater 2,6 sentimeter dengan lubang di tengah. Uang bertuliskan aksara Arab Jawa "Pangeran Ratu Ing Banten" tersebut diedarkan oleh Sultan Maulana Muhammad (1580-1596). Seperti layaknya museum yang hanya ramai dikunjungi saat musim liburan sekolah, nasib Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama juga sama, setali tiga uang. Namun demikian, mungkin terlebih karena lokasi museum yang terlau jauh dari pusat kota. Tapi untung saja lokasi museum tersebut menjadi bagian dari kawasan wisata ziarah, jadi tingkat kunjungan ke museum lumayan dari cukup. Yang pasti yang sering mengujungi musium adalah mahasiswa yang sedang meneliti terutama mereka yang merasa penasaran akan kemasyhuran periode Kesultanan Banten atau pun para wisatawan dari luar negeri dan ada juga kunjungan dari sekolah-sekolah.

Berdiri di atas lahan seluas 10.000 meter persegi dengan luas bangunan mencapai 778 meter persegi, museum Banten Lama dibanguan demi dua misi. Pertama, tempat menyimpan benda cagar budaya bergerak (moveable artifact) hasil penelitian yang berasal dari situs Banten lama dan sekitarnya. Kedua, sebagai media atau sarana yang bersifat rekreatif ilmu pengetahuan dan sebagai sumber inspirasi. Dilihat dari jenisnya, menurut salah seorang staf museum, Obay Sobari, koleksi benda-benda sejarah di dalam museum bisa diklasifikasikan ke dalam lima kelompok. Pertama, arkeologika atau benda-benda yang mengandung nilai arkeologi, seperti arca Nandi, mamolo, gerabah, atap, lesung batu dan lain sebagainya.

Kedua, numismatika, berupa koleksi mata uang, baik mata uang asing maupun mata uang yang dicetak oleh masyarakat Banten. Mata uang yang pernah dipakai sebagai alat tukar yang sah dalam transaksi jual beli ketika itu adalah caxa/cash, mata uang VOC, mata uang Inggris, tael dan mata uang Banten sendiri. Bahkan, di salah satu ruangan, masih tersimpan mesin pencetak uang Oridab (Oeang Republik Indonesia Daerah Banten), yang digunakan selama masa pergerakan kemerdekaan. Ini terlihat jelas bahwa sejak zaman dahulu Banten mengalami zaman keemasan, Sultan Banten merupakan awal dari peradaban moderen terlihat dari bukti para peneliti tentang mata uang yang beredar pada masa itu, zaman yang harus kita kenang karena Banten masa keemasan memiliki data tarik yang tinggi dan tidak bisa diangap remeh oleh masyarakat indonesia terbukti dari hasil penelitian. Dari hasil penelitian terlihat di gambar mata uang keretas masjid dan menara Banten Lama, dan dari hasil study Halwany Michrob di Belanda ditemukannya mata uang Banten yang sudah cukup tua serta mereka menjaga dan melestrarikan di musuem di Denhag.

Ketiga, etnografika, berupa koleksi miniatur rumah adat suku Baduy, berbagai macam senjata tradisional, dan peninggalan kolonial seperti tombak, keris, golok, peluru meriam, pedang, pistol, dan meriam. Ada juga koleksi pakaian adat dari masa kesultanan Banten, kotak peti perhiasan dan alat-alat pertunjukkan kesenian debus. Keempat, keramologika, berupa temuan-temuan keramik, baik itu keramik lokal maupun keramik asing. Keramik asing berasal dari Birma, Vietnam, Cina, Jepang, Timur Tengah, dan Eropa. Masing-masing keramik memiliki ciri-ciri khas sendiri. Keramik lokal lebih dikenal sebagai gerabah yang diproduksi dan berkembang di Banten. Gerabah tersebut biasa digunakan sebagai alat rumah tangga, bahan bangunan, serta wadah pelebur logam yang biasa disebut dengan istilah qowi. Kelima, seni rupa, berupa hasil reproduksi lukisan atau sketsa yang menggambarkan aktivitas masyarakat di Banten masa itu. Di antaranya yang terkenal adalah lukisan peta yang menggambarkan posisi Kesultanan Banten pada abad ke-17. Terdapat pula reproduksi lukisan duta besar Kerajaan Banten untuk Kerajaan Inggris, yakni Kyai Ngabehi Naya Wirapraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana yang berkunjung ke Inggris pada tahun 1682. Reproduksi kartografi Banten in European Perspective, lukisan-lukisan yang menggambarkan suasana di Tasikardi dan diornamen latihan perang prajurit Banten.

Tentu saja, selain benda-benda bersejarah yang terdapat di bagian dalam museum, masih menyimpan artefak di luar ruangan dan justru menjadi objek yang lebih populer di kalangan pengunjung. Yakni meriam Ki Amuk yang menempati lokasi di sudut kanan museum. Meriam yang berusia lebih dari empat ratus tahun itu beratnya mencapai tujuh ton dan panjang sekitar 2,5 meter. Konon karena belum ada penelitian ilmiahnya. Ki Amuk punya kembaran yang bernama Ki Jagur yang sekarang sekarang berada di Museum Fattahillah Jakarta. Persis di depan Ki Amuk atau di samping kanan museum, terdapat sebuah artefak bekas penggilingan lada yang terbuat dari batu padas yang sudah tak utuh lagi. Konon, mesin penggiling lada inilah yang menjadikan Banten sukses sebagai pengekspor ladat terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Aceh. Sebenarnya, dilihat dari sisi kelayakan fasilitas yang tersedia, belum pantas disebut sebagai museum. Lebih tepatnya, merupakan "gudang" atau gedung tempat penyimpanan barang-barang bersejarah peninggalan Kesultanan Banten. Obay Sobari yang sudah bekerja sejak museum itu dibangun, tak bisa menutupi fakta minimnya fasilitas tersebut.

Apalagi di tengah langkanya buku-buku dan referensi mengenai sejarah masa lalu Kesultanan Banten, koleksi benda-benda di dalam museum sedikit memberi informasi kehidupan masa lalu Banten. Tentu saja, serpihan informasi tersebut perlu ditelaah kembali, untuk kemudian dirajut menjadi informasi utuh. Dengan cara demikian, kisah kemasyhuran masa lalu Banten, tak sebatas cerita legenda atau bahkan mitos yang hanya berkembang dari mulut ke mulut, tetapi bisa dibuktikan secara ilmiah.

Sumber Data;

Ambary, H.M., H. Michnob dan John N. Miksic, (1988),

Katalogus Koleksi D ata Arkeologi Benten, Direktonat Perlindungan & Pembinaan Peninggalan Sejarah

Halwany, Michrob, (1989), Catatan Sejarah & Arkeologi : Ekspor Impor di Zaman Kesultanan Banten, Kadinda Serang,

(1991), The Shift of The Karangantu-Market Site in Banten Lama

(1993), Catatan Masa Lalu Banten

Minggu, 04 Oktober 2009

Kota Banten Pernah Diibaratkan Amsterdam



DN. Halwany



Banten menurut data historis dan arkeologis kira-kira pada 450 tahun yang lalu, pada saat zaman Sultan Maulana Yusuf yang dikenal dengan julukan Penembahan Pakalangan yaitu sekitar tahun 1570, sudah menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa Eropa dan Asia disekitarnya. Bahkan banyak pula melakukan manuver-manuver dalam sistem perdagangan, hal ini yang membuat cemas bangsa Eropa, karena dalam persaingan perdagangan internasional. Banten merupakan pesaing yang cukup disegani oleh bangsa Eropa pada masa itu. Cerita ini merupakan bukti bahwa sistem perdagangan zaman kesultanan tidak dapat diremehkan. Terlebih dalam kemapuan berpolitik, seperti yang tersirat dalam buku berjudul “The Sultanate of Banten” secara resmi diserahkan oleh Duta Besar Perancis Patrick O’Cornesse, kepada bupati Serang Mas Ahmad Sampurna dipendopo kabupaten Serang beberapa tahun yang lalu.


Buku dalam bahasa Inggris dengan kata pengantar oleh Menteri Pendidikan pada saat itu dijabat bapak Fuad Hasan, isi dari buku ini merupakan hasil dari para peneliti yang bekerjasama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Prancis dengan sasaran penelitian adalah untuk merawat dan merestorasikan kerajaan serta kesultanan Banten, penelitian ini berlangsung hingga tahun 1987. Menurut Dubes O’Cornesse, penelitian tersebut bertujuan untuk mengangkat kembali kebesaran masa silam bangsa indonesia, terutama kesultanan Banten yang telah terkubur dalam tanah dan dalam arsip-arsip yang ada di Eropa. Perancis atau bangsa Eropa lainnya, mengagumi Banten dan menjadikannya satu pelabuhan kosmopolitan besar pada abad 17, Banten di masa itu merupakan pusat peniagaan dunia, kemasyurannya tetap tersimpan dalam kenangan bangsa perancis kata O’Cornesse. Menurut catatan sejarah kesultanan Banten pada tahun 1527 berkembang menjadi pusat perdagangan, terutama pada 1570 samapi abad 19. kota Banten Lama yang didirikan 1526 dipesisir utara Jawa Barat (sekarang Provinsi Banten), juga berkembang menjadi satu kota muslim yang bersaing dengan negara-negara Arab dalam memiliki istana, pasar dan juga masjid besar.


Kota Banten, atau Bantahan menurut sebutan negara Barat, dikenal sebagai kota metropolitan sekaligus kota yang produktif. Karena dilihat dari sarana dan pra sarana sejak dulu seperti Pelabuhan Karangantu yang menarik para pedagang Eropa dan Asia. Menurut Cornelis de Houtman asal Belanda pada tahun 1596 Banten disebut Kota Pelabuhan dan Perdagangan yang sama besar dengan Kota di Amsterdam saat itu, sama pula yang diungkapkan oleh Vincent Leblanc asal Perancis waktu tiba di Banten pada abad 16, beliau mencari hasil bumi terutama LADA dan beliau berucap bahwa Kota Banten ini hampir sama dengan Kota Rouen di negerinya yang ramai dengan para pedang. Sebelum Banten menjadi Kota Muslim, Banten terkenal dalam perdagangan Ladanya yang menjadi daya tarik bangsa Eropa. Pada tahun 1522 Protugis mengadakan perjanjian dagang dengan para pengusaha Banten, saat itu Banten masih dibawah Kerajaan Pajajaran yang beragama Hindu. Perdagangan lada ini begitu ramai dan menguntungkan, sehingga para sultan Banten mengambil strategi untuk mengendalikan sepenuhnya komoditi tersebut. Perdagangan lada di Banten sangat ramai karena mutu jenis lada di Banten lebih baik dibadingkan mutu lada dari Malabar dan Aceh. Lada ini lah yang sangat di gemari oleh bangsa Eropa termasuk bangsa Sepanyol yang mengintruksikan Magellan dan Portugal untuk mencari lada di Banten pada tahun 1519, sebelum melakukan petualangannya untuk mengelilingi dunia.


Para sultan mengadakan tindakan pengetatan pada hasil produksi lada di Banten, dengan cara menginstruksikan semua penduduk di pedalaman ataupun di kota untuk membawa hasil lada mereka ke Kota Banten, untuk diolah dengan standar mutu tinggi. Begitu pula penduduk di daerah Sumatera diwajibkan untuk menanam 500 pohon lada dan hasilnya dikirimkan ke Kota Banten. Di Banten pusat industri untuk produksi lada adalah di Kampung Pamarican yang masih dikenal hingga kini. Dengan tidakan ini bangsa Eropa menilai Banten sudah menjadi Imperium Lada.


Banten bertambah penting posisinya sebagai kota perdagangan internasional setelah Malaka jatuh ketangan Portugis. Selain Malaka, Banten menjadi pusat persaingan dan perebutan kongsi perdagangan Eropa, khususnya Belanda dan Portugis. Kedua raksasa Eropa ini terlibat pertempuran untuk merebutkan pasar dan pusat produksi lada. Malaka akhirnya jatuh ketangan Belanda pada tahun 1641. Portugis segera menjalin perdagangan dengan Makasar dan Banten. Banten Sadar pentingnya armada dagang untuk menguasai dan mempertahankan industri lada, sekaligus berdagang langsung dengan Bangsa Eropa dan Asia lainnya. Akhirnya pada tahun 1660-an Sultan Haji memerintahkan pembangunan armada kapal dagangnya dengan model seperti kapal-kapal Eropa, dan bangsa Inggris dipercaya untuk membangun armada tersebut. Kesultanan Banten memasuki persaingan perdagangan lada internasional yang sangat ramai pada kurun waktu antara tahun 1651 dan tahun 1672 sampai VOC (Belanda) merebut Banten pada tahun 1682. saat kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa Abulfathi Abdul Fatah dan Sultan Haji Abunhasr Abdul Kahhar.


Dengan armadanya yang kuat akhirnya Banten mampu berdagang langsung dengan Mekkah, India, Siam, Kamboja, Vietnam, Taiwan dan Jepang. Berita yang paling meyakinkan tentang hubungan Banten dengan Eropa, India dan Cina adalah dengan diketemukannya peta yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus. Peta ini dibuat pada tahun 165 M. berdasarkan tulisan geograf Starbo (27 - 14 SM) dan Plinius (akhir abad pertama masehi). Dalam peta ini digambarkan tentang jalur pelayaran dari Eropa ke Cina dengan melalui: India, Vietnam, ujung utara Sumatra, kemudian menyusuri pantai barat Sumatra, Pulau Panaitan, Selat Sunda, terus melalui Laut Tiongkok Selatan sampai ke Cina (Yogaswara, 1978: 21-38).


Sumber Data;

Ambary, H.M., H. Michnob dan John N. Miksic, (1988),

Katalogus Koleksi D ata Arkeologi Benten, Direktonat Perlindungan & Pembinaan Peninggalan Sejarah

Halwany, Michrob, (1989), Catatan Sejarah & Arkeologi : Ekspor Impor di Zaman Kesultanan Banten, Kadinda Serang,

(1991), The Shift of The Karangantu-Market Site in Banten Lama

(1993), Catatan Masa Lalu Banten

Selasa, 01 September 2009

KRAKATAU PENUH MISTERY

DN. Halwany

Halwany michrob, antropolog sejarah, menemukan kerangka yang diduga korban letusan gunung krakatau. akan diuji di laboratorium di Jakarta, setelah itu akan disimpan di museum krakatau

Ditemukannya sebah kerangka manusia di pantai Anyer - Banten, ujung pulau Jawa Barat bagian Utara. Kerangka manusia yang didapatkan ialah kerangka seseorang yang terlanda musibah pada tahun 1888, ketika itu terjadi Gunung Krakatau meletus dan yang menemukan kerangka manusia tesebut adalah Halwany Michrob seorang antropolog sejarah. Ia melakukan penggalian disekitar anyel Lor dengan tim yang diberi tema Ekskavasi Penyelamatan, semula penggalian tersebut untuk menyingkap peninggalan prasejarah. Akan tetapi kerja yang dimulai pada 1 Agustus 1996 itu hasilnya lain. Di depan Kantor Kecamatan Anyer, hanya beberapa puluh meter dari garis pantai kerangka manusia itu ditemukan dalam posisi tengkurap pada kedalaman 1,2 m. Tangan kanannya tampak menangkup kepalanya yang terletak di antara dua karang seperti terjepit. Sedangkan tangan kirinya memegangi perut.


"Itu jelas bukan sistem penguburan Islam, yang biasanya kedua tangan bersedekap," tambah Halwany. Apalagi lapisan tanah tak menunjukkan bekas lubang penguburan. Penduduk di situ memang bercerita bahwa banyak orang yang menjumpai kerangka manusia ataupun hewan ketika hendak membangun rumah. Semua itu mengingatkan kita akan peristiwa 105 tahun silam, tatkala gelombang raksasa, yang bayak disebut orang dengan gelombang Tsunami, setinggi sekitar 40 meter mengempas Pantai Carita maupun Anyer. Karang seberat ratusan ton pun terlempar ke darat bahkan Kota Kabupaten Caringin pun lenyap ditelan ombak. Namun temuan di Anyer bukan saja kerangka manusia tapi diperoleh juga manik-manik, mata uang Belanda tahun 1880 dan juga ditemukan bekas dapur yang isinya, antara lain, pecahan keramik Cina akhir abad ke-18. Temuan itu, menurut Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Dr. Hasan Muarif Ambary, masih akan diuji di laboratorium di Jakarta. Setelah itu akan disimpan di Museum Krakatau, yang terletak persis di seberang Carita Krakatau Beach Hotel. Museum itu baru diletakkan batu pertamanya dalam acara peringatan 105 tahun meletusnya Krakatau, pendirinya Krakatau Foundation. Turis dan para peneliti akan diharapkan datang, namun keberadaan Museum tersebut entah kemana sekarang tinggal kodonium Lippo hotel yang ada di sana.

Gunung yang terletak di selat sunda ini pernah meletus dahsyat pada 27 agustus 1883, dengan suara letusannya yang terdengar sampai dengan kepulauan rodriguez (penulis juga tidak tau ada dimana) yang berjarak 4653 km dari gunung ini dan terdengar oleh kira kira 1/13 planet bumi ini. Abunya sampai juga ke Singapura yg terletak 840 km sebelah utara krakatau. Debu yang dilontarkan ke angkasa menutup sinar matahari dan mendinginkan bumi. Majalah National Geographic dari Amerika Serikat mencatat penurunan suhu bumi sampai dengan 1,2 derajat celcius satu tahun setelah letusan dan suhu kembali normal 5 tahun kemudian (1888). Letusan Krakatau yang menyemburkan ejekta yaitu debu dan batu apung ke angkasa sebesar 18 meter kubik merupakan nomor tiga di dunia dalam jumlah ejekta yang disemburkan ke atmosfer. Yang pertama adalah letusan Gunung Tambora, juga gunung api Indonesia yang pada 1815 melontarkan 80 km kubik ejekta. Letusan gunung Tambora menyebabkan pendinginan bumi yang sangat jelas sehingga pada tahun 1816 disebut a year without summer di Amerika Serikat. Nomor dua adalah letusan gunung Mazama di Jepang pada tahun 4600 sebelum Masehi yang memuntahkan 42 km kubik ejekta. Letusan ini juga menimbulkan gelombang tsunami setinggi kurang lebih 40m. Bangkai-bangkai manusia, kuda, sapi, ayam, dan anjing tersangkut padanya. Walaupun sudah lemah, gelombang tsunami letusan Krakatau terasa sampai di pantai barat Amerika Selatan

Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra yang Tingginya 813 m (2,667 kaki) dan Koordinat 6°6′27″LS,105°25′3″BT, Meletusnya gunung Krakatau pada tanggal 26 - 27 Agustus 1883 sangat dahsyat dan mengakibatkan terjadinya gelombang tsunami yang diakibatkan tewasnya manusia sekitar kurang lebih 36.000 jiwa. Letusan Krakatau ini menyebabkan perubahan iklim global di hampir belahan dunia. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup setahun berikutnya. Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat disaat Gunung Krakatau itu meletus. Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang giologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut

Munculnya Gunung Krakatau

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, meledaklah gunung itu. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu. Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Gunung Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Indek (VEI) terbesar dalam sejarah modern. Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencavai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Langka, India, Pakistan, Australia dan Selendia Baru. Gelombang laut saat terjadinya meletus naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Seperti terjadi Tsunami di Aceh, ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut. Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak (Serang) hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon) serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujung Kulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari.

Anak Krakatau

Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai anak krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki. Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 7.500 inci atau 500 kaki lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan in bakal terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.

Menurut Profesor Uenda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya.