Kamis, 25 Juni 2009

Lapangan Terbang Gorda Peninggalan Jepang Di Banten

DN. Halwany

Banyak peninggalan bernilai tinggi, dan memiliki nilai historis yang cukup memberikan arti yang mendalam terhadap perkembangan zaman, namun banyak yang kurang terawat dan terjaga oleh pemerintah ataupun masyarakat. Ini disebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap Benda Cagar Budaya yang seharusnya sering disosialisasikan kepada masyarakat luas agar masyarakat tahu arti dan manfaat dijaganya Benda Cagar Budaya. Sangat disayangkan bagunan yang terlihat sangat kokoh dan berrciri khas tinggi seperti dapat kita lihat dari struktur bangunan, konstruksi tata ruang dan fungsi-fungsi. Salah satunya Lapangan Terbang Gorda

Saya akan mencoba memaparkan tentang lapangan terbang gorda yang keterangan serta data diperoleh dari penduduk setempat, saat itu lapangan terbang Gorda sebagai lapangan terbang militer hanya digunakan secara insidentil dan tidak banyak orang tahu, bahkan penduduk Banten sendiripun banyak yang tidak mengetahui fungsi dan latar belakang sejarahnya dibangunya lapangan terbang tersebut. Padahal lapangan terbang tersebut memiliki nilai sejarah dan salah satu peninggalan Jepang pada perang dunia II di wilayah Banten. Sekarang lapangan tersebut dikelola oleh AURI dan seorang perwira yang ditunjukoleh AURI sebagai komandan pangkalan udara disana. Letak lapangan terbang gorda berada di daerah Cirenang sekitar 6 km dari jalan raya Jakarta-Merak, tetapi akan sulit untuk melihat kesana karena sarana dan pra sarana jalan menuju kesana sangatlah buruk. Apa lagi jika musim penghujan jalan menuju kesana becek dan licin.

Gorda yang terletak sekitar 30 km disebelah timur Kota Serang – Banten, sebenarnya memiliki rangkaian sejarah dalam perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Ratusan bahkan ribuan pekerja yang didatangkan dari bebagai daerah di nusantara pada waktu itu menemui ajalnya disana. Mereka dijadikan pekerja paksa yang dikenal pada waktu itu dengan sebutan Romusa, mereka dipaksa bekerja untuk kepentingan serdadu Dai Nippon untuk membangun lapangan terbang di tengah sawah dan selesai dalam waktu yang singkat sekitar satu tahun itupun dengan cucuran darah dan air mata.

Menurut saksi mata pada waktu itu ribuan rakyat menjadi korban atas kekejaman serdadu Jepang, akan tetapi kita tidak akan menemukan batu nisan disana, kata orang tua yang bertempat tinggal di dekat lokasi lapangan terbang tersebut. Namun menurut saksi mata yang lain menyatakan bahwa saat itu sangatlah biadab dan kejam, kekejaman kerja paksa (romusa) membuat hati bergetar dan bulukuduk berdiri hutan ketoe sebagai tempat perkuburan massal rakyat jelata yang tak berdosa berlokasi tidak jauh dari lapangan terbang tesebut, dalam proses penguburannya satu lubang untuk tiga atau empat orang mayat dan setiap hari puluhan mayat dikuburkan disana tidak pernah tidak setiap hari ada saja yang mati dan dikuburkan disana.

Pada saat itu saat para pekerja paksa melakukan pekerjaannya bagaikan gelandangan karena pakaian yang mereka pakai compang camping dan banyak yang mengunakan bahan pakian dari karung goni, serta tidak sedikit yang tidak berpakaian atau bertelanjang dada, mereka diberikan jatah beras sehari 200 gram per orang dengan lauk pauk seadanya, tetapi pekerjaan non stop dari pagi hari hingga sore hari, dan jika salah satu dari mereka melakukan kesalahan mereka di pukul dan pecut seperti binatang ada yang dihukum hingga mati. Semua itu menurut cerita orang tua yang kini menetap di Desa Lamaran Cirenang.

Keterangan yang saya peroleh ada orang yang menjadi pekerja paksa yang saat ini masih hidup dan tinggal di sekitar lapangan terbang gorda ada kurang lebih sekitar 25 orang, rata-rata usia mereka sudah mencapai 70an tahun, mereka setelah Indonesia merdeka hidup sebagai petani namun sekarang tidak lagi karena sudah tidak kuat lagi bekerja. Jasa mereka sudah dilupakan padahal merekalah yang membangun pangkalan-pangalan militer yang ada diwilayah Banten.

Lapangan Terbang Gorda menurut catatan luasnya kurang lebih sekitar 742 hektar, tetapi sebagian besar lahan yang luas itu digarap penduduk setempat untuk pesawahan tadah hujan. Hasil garapan tersebut di berikan kepada pihak AURI sepuluh persen dari hasil panen. Disamping ditanami padi ada juga yang menanam palawija sesuai dengan izin yang diberikan oleh pihak AURI. Menurut peta, lokasi lapangan terbang gorda berada di Desa Gembor, Warakas, Lamaran, Binuang dan Cakung, Kecamatan Cirenang. Sedangkan Desa Gembor Udik dan Julang masuk Kecamatan Cikande.

10 komentar:

  1. Balasan
    1. terimakasih atas penjelasan ini sudah lama mencari gorda rumusa karena ada keluaga saya yang tidak kembali pada jaman jepang ikut romusa ke gorda banten dan meninggal disana nama yang hilang Nata Endos asal kampung pangkalan desa babakan kecamatan wanayasa purwakarta kira-kira th 1943

      Hapus
  2. terimakasih banyak ceritainicocok dengan yang diceritakan nenek ku unah binti madasan alm jadi saya bisa cerita sejarah untuk anak cucu ku gitu mas

    BalasHapus
  3. Lokasinya dekat dengan tempat tinggal saya ini mah.... Cocok juga dengan cerita kakek waktu dulu ikut kerja paksa.

    BalasHapus
  4. Baru tau ternyata pembangunan lanud gorda penuh dengan siksaan dan penderitaan....

    BalasHapus
  5. Baru tau ternyata pembangunan lanud gorda penuh dengan siksaan dan penderitaan....

    BalasHapus
  6. Msh ada yg berusia 99 tahun tempatnya tidak jauh dari LANUD

    BalasHapus
  7. Sejarah Lanud Gorda trnyta bgtu memilukan..Smg para pekerja yg menjadi korban Romusha husnul khotimah

    BalasHapus
  8. Saya asli orang ckp lamaran desa kusambi ayunan deket kalau ke lapangan tinggal jalan kaki juga nyampe

    BalasHapus
  9. Pak Admin permisi saya taruh di google map ya, biar jadi pengetahuan anak cucu kita kelak

    BalasHapus