Rabu, 16 April 2008

Selubung Rahasia Di Banten Selatan

DN. Halwany

Angkat Sampeong Mujambu Jambaria

Hei Bakaria Bagus Temen Rupa Nira

Solasi Suling Dami Menyan Putih Pangundang Dewa

Dewa-Dewi Simatang Puluh

Ning Buri Ana Wiwih Ning Arep Ana Lelakon


Nyanyian ini yang sering dilantunkan oleh sebagian masyarakat Banten Selatan di Kampung Kanekes yang kita kenal dengan sebutan Kampung Baduy, tradisi ini hampir punah jika kita tidak bisa menjaga dan mengenalkan pada masyarakat luas bahwa masyarakat Banten memiliki corak budaya yang khas dan unik untuk dipertontonkan dan dipelajari sebagai cermin masyarakat yang berbudaya.

Peninggalan bersejarah di seluruh pelosok tanah air, antara lain Jawa Barat terdapat benda-benda peninggalan sejarah dan purbakala, hal ini membuktikan betapa tingginya nilai-nilai peradaban manusia pada jaman dahulu. Benda-benda tersebut merupakan warisan budaya bangsa sebagai hasil dari proses sejarah yang sangat panjang. Karena warisan budaya itulah yang menentukan nilai budaya bangsa itu sendiri dan yang hidup pada masa kini adalah cermin dari masa yang lalu. Khususnya para arkeolog dan sejarawan untuk mendalami dan meneliti sekaligus mempelajari mengenai konservasi restorasi dan preservasi. Karena pelestarian budaya sangatlah perlu dilakukan dikekhawatiran jika didiamkan akan terjadinya kemusnahan budaya yang berupa bangunan prasejarah yang ada di Indonesia Khususnya di Banten Selatan

Salah satu bangunan prasejarah di Banten Selatan berupa Stone Pyramid (punden berundak) yaitu: Arca Domas dan Lebak Sabedug, kedua bangunan tersebut sampai saat ini masih dipakai oleh sebagian orang sebagai tempat pemujaan, kedua bangunan tersebut berdekatan letaknya, sama bentuk dan ruangnya namun masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, Arca Domas adalah situs megalit yang dipakai sebagai tempat pemujaan bagi orang Baduy, sedangkan Lebak Sabedug adalah situs megalit yang digunakan sebagai tempat Nazarnya sebagian orang Islam dengan cara menyembelih kambing.

Hasil penelitian modern di bidang arkeologi, linguistik, paleoetnologi dan sejarah, tampak mendorong kita untuk menganalisa lebih jauh. Mengenai sejarah budaya lokal yang memberikan keterangan ruang dan waktu serta bentuk dan fungsi bangunan. Bedasarkan pada kedua bangunan tersebut di atas diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya, budaya asli khususnya yang terdapat di bagian Selatan Banten merupakan pertalian tak terputuskan antara situs Lebak Sabedug dan situs Arca Domas. Semuanya adalah merupakan akibat dari evolusi dan adaptasi terhadap situasi baru, namun prinsip dasarnya tidak mengalami perubahan.

Perbedaan sifat dan prinsip dinamisme budaya asli yang masih hidup hingga saat ini dapat dijadikan sebagai hipotesa kerja. Keadaan khusus dapat memberi suatu gambaran terdapat sejarah budaya lokal, mengapa demikian, unsur budaya mana yang masih tetap lestari dan mana yang sudah berganti atau hilang dan kapan terjadinya difusi dan adaptasi budaya lain ?

Latar Belakang Permasalahan

Pada masa lalu sebelum adanya pemisahan kurun waktu sejarah ada yang menerangkan tentang ekspresi kebudayaan Nusantara kuno atau masa sekarang yang masih mempunyai sifat keaslian, dalam keadaan semacam ini kita perlu membandingkan prilaku pewaris budaya Nusantara di tempat lain, melihat hasil koleksi data budaya Asia timur masa kuno yang diperlihatkan oleh penelitian arkeologi dan ilmu-ilmu lain yang menunjang penelitian yang dimaksud. Situs megalit tersebut masih belum terawat, seperti kita dapati dibeberapa tempat misalnya diantaranya; di Nias, Jawa, Bali, Sumba dan Sumbawa.

Para akhli arkeologi dari Madagaskar hingga Rapa-nui menjelaskan bahwa budaya megalit adalah merupakan unsur dasar budaya Nusantara asli sebelum kehadiran Islam atau agama lain, hingga masa kini budaya tersebut masih berurat daging pada prilaku kehidupan kelompok manusia, tetapi bangunannya tetap dipakai sebagai Life Monumental walaupun ada sedikit perbedaan fungsi akibat adanya pengaruh budaya luar dibeberapa tempat.

Lebak Sabedug di Banten Selatan dapat kita golongkan pada katagori situs pembauran, sedangkan situs Arca Domas di Kanekes masih tetap survival dipakai sebagai tempat pemujaan orang Baduy yang masih menganut tradisi prasejarah. Diharapkan para arkeologi lebih mendalami penelitian mengenai kedua situs megalit di Banten Selatan yang penuh misteri ini, masalahnya kehadiran bangunan batu berbentuk piramida atau punden berundak, yang terdapat hamir di sebagian besar daerah Nusantara, lebih detail bangunan piramida ini dapat kita dapati di Madagaskar, di daerah Melayu (Indonesia) dan Oceania seperti Pulau Tinggi yang ada di Micronesia dan Polynesia bagian timur.

Bentuk dan Fungsi Bangunan

Bangunan punden berundak biasanya berbentuk persegi panjang di suatu tempat atau lapangan dan merupakan teras yang bertingkat terbuat dari batu, batu-batu yang di bagian sudut biasanya terdiri dari jenis batu yang berukuran besar dan panjang. Bangunan terbuat terdiri dari dua, lima sampai sebelas tingkat, dari tingkat yang kecil kesebelah tingkat yang lebih keatas, situs ini berbentuk lapangan atau teras yang sering disebut tahua atau pae-pae yaitu merupakan tempat pemujaan, hanya pendeta (ariki) atau bangsawanlah yang diperbolehkan masuk marae, dan disekitar teras terdapat beberapa benda suci dan beberapa jenis batu-batuan sebagai lambang kepemilikan atau tanda peringatan bagi turunan mereka.

Di bagian depan tahua disebut ahu yaitu punden berundak yang kosong, khusus pada puncaknya digunakan untuk suatu upacara tradisi sebagai perlambang dewa tunggal atau yang di sebut sebagai sang Hyang Tunggal (monoteis). Bagi keluarga kecil dalam persembahan mereka terkadang hanya menggunakan marae kecil tampa ahu.

Kelompok masyarakat sebagai symbol of Society dengan ikatan kekeluargaan dalam pekerjaan yang sering diatur oleh sistem kegotongroyongan (cooperation system) dan mempunyai kharisma dewa pelindung pada diri mereka walau sudah berpindah agama. Tradisi prasejarah terkadang masih tercekam di hati sanubari masing-masing, dewa pelindung yang berasal dari faham marae yang berakar kuat turun temurun membuat sugesti pada manusia masa lampau dan masih dipakai hingga masa kini.

Lebak Sabedug dan Arca Domas secara fisik merupakan bangunan marae sebagai piramida adalah repesentasi pegunungan, seperti halnya daerah dibawah kekuasaan Ariki Rahi yang biasa dihubungkan dengan satu atau beberapa gunung suci yang dianggap tempat pemukiman para dewa, dan dianggap sebagai lambang identitas ariki rahi tersebut.

Kita kembali ke Lebak Sabedug dan Arca Domas, fenomena yang terjadi itu tidaklah mengherankan setelah kita ingat betapa pentingnya simbolis dalam kepercayaan di Nusantara, karena tempat yang lebih tinggi lebih dekat dengan langit seperti puncak gunung merupakan tempat tinggal para dewa atau tempat yang langsung dan selalu dikujungi mereka. Ketinggian adalah merupakan “rasa” untuk menghormati mereka, gunung juga merupakan tempat yang dibutuhkan manusia, sehingga arti simbolisnya dipakai juga sebagi jalan menuju pintu gerbang yang dapat membawa kita sampai ke parahiangan/nirwana.

Dalam cerita pewayangan, nenek moyang kita hingga kini masih melewati gunung dan hutan sebagai tempat yang dicari untuk bertapa dan melakukan ritual mencari kekuatan magis. Jadi gunung dianggap sebagai pusat atau poros kekuatan yang ada dialam, dengan adanya batu-batu berdiri tegak (menhir bahasa sunda disebut lingga yang berarti batu laki-laki), pada prinsipnyabatu berdiri tegak merupakan lambang kemampuan. Di samping melakukan pemujaan di atas gunung, bayak suku di Nusantara membangun gunungan di bawah atau di suatu bukit seperti punden berundak, jumlah tingkatannya tergantung dari kepentingan dewa yang dipuja atau juga kepentingan lain, seperti yang ada di Banten Selatan yaitu di Kanekes Pu’un (Baduy).

Dari pengamatan dapat kita ketahui seni motif tumpalah yang sering ditemukan dalam kerajinan tekstil orang Baduy, dan warna hitam putih mendominasi dalam pewarnaannya karena warna dasar kebudayaan mereka adalah hitam dan putih. Sejak jaman prasejarah rumah asli Baduy di Kanekes mempunyai tiga bagian, yaitu atap yang diatur dan dihiasi simbol (perahu, gunung, hiasan burung, tanduk, naga yang terbuat dari bambu dan ijuk enau) diperuntukan para dewa agar ingat pada dunia bawah, ruang tengah digunakan untuk manusia, selanjutnya pada bagian rumah juga ditemukan gaya arsitektur candi seperti kita dapati dibeberapa tempat di daerah Jawa. Dari sudut sejarah budaya, disimpulkan adanya evolusi, karena sejak pertama punden dipakai sebagai tempat pemujaan, tapi kemudian digunakan untuk tempat pekuburan para penghulu penting yang dianggap masyarakat setempat sebagai pengganti para dewa.

Hal ini merupakan kesinambungan didalam perkembangan seni dengan penampilan seni budaya, penampilan dengan gaya batu sebagai proses budaya merupakan konsepsi dan keperluan seniman atau pemuja itu sendiri. Sesudah jaman dipengaruhi kebudayaan Hindu punden-punden dirubah fungsinya menjadi tempat perkuburan, seperti halnya di Banten (gunung Cepu Pandeglang dan Lebak Sabedug di daerah bagian timur Kanekes), maka tidak akan ada putusnya hubungan budaya masa lalu dengan pemanfaatan situs yang dipakai pada masa kini. Kecuali Baduy di Kanekes dengan Arca Domasnya, kita masih perlu mengamati dan meneliti lebih jauh lagi terhadap kebudayaan mereka yang sebenarnya, khususnya situs Arca Domas sebagai punden karena sering kita temui setiap tahunnya orang Baduy selalu melakukan dua upacara tradisi yang seremonial dan misteri yaitu naglaksa dan kawalu. Arca Domas adalah suatu perujudan dari bentuk pemujaan yang masih terselubung. Lain halnya dengan Lebak, Talaga dan Gunung Cepu, telah beralih peran dan fungsi bahwa punden tersebut dipakai nazar nya sebagian kecil umat muslim dengan cara menyembelih hewan (kambing), tentunya dalam konteks fungsional yang baru.

Sumber Data :

1. Halwany Michrob, 1988, Yang Masih Berlanjut di Banten Selatan-Lebak Sabedug dan Arca Domas Aspek

Budaya Tradisi Pra-sejarah

2. Halwany Michrob, 1992, The Way of Life : Suku Baduy as a Cultural Interest

3. Halwany Michrob, 1993, Lebak Sabedug dan Arca Domas di Banten Selatan

4. Halwany Michrob, 1993, Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Banten Selatan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar