Kamis, 19 Juni 2008

Kesenian Ya Lail Dan Qosidah Di Banten

DN. Halwany


Bismillahairrohmanirrohiim

Didalam sejarah musabaqoh tilawaul Qur'an ternyata se lndonesia dewasa ini adalah serangkaian kurun waktu dari awal sejarahnya di mana Serang dengan persemian Universitas Maulana Yusuf 1963-1964 tercetuslah suatu gagasan diadakannya Musabaqoh Tialawatul Qur'an se-.Jawa Barat, Jakarta Raya dan Lampung. Saat itu patut kita kenang bahwa dari 12 finalis dari Kabupaten Serang yang memwakili Banten, Jawa Barat masuk 4 orang terpilih masing-masing yaitu : Tb. Wasyi Abbas, Tabrani, Halwany Michorb dan Tb. Anisul Fu'ad dan ternyata juara pertama direbut saat itu oleh : Tb. Wasi Abbas dari Banten. Pada malam tasakuran dalam Penutupan dan Pembubaran Panitia diadakan demonstrasi lagu-lagu pendukung Seni Tilawah atas inisiatif Kasrem Letkol. Anwar Padmawijaya.

Kini Musbaqoh Tilawatul Qur'an telah menjadi milik bangsa Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun sekali dan diikuti oleh juara-juara Propinsi se-lndonesia. Bahkan TVRI pun turut menyelenggarakan penyiaran secara langsung jalannya musabqoh tersebut. Namun sayangnya lagu sebagai pendukung mahraj yang oleh Nabi Muhammad SAW disabdakan bahwa;

Yang atinya : "Hiasilah Al Qur'an dengan seindah suaramu, barang siapa yang membaca Al Qur'an dengan tidak dilagukan adalah bukan dariku".

Dari hadits Nabi Besar Muhammad SAW tersebut kita perlu mempertahankannya dan mencari lagi beberapa lagu yang dapat diterapkan dalam membaca tilawah Al Qur'an, ternyata lagu-lagu tersebut bukan hanya mengandung kemerduan saja akan tetapi pula mendukung tajwid, tartil dan mempertahankan machorijuil huruf, sehingga tidak ada kesan yang pendek dipanjangkan dan iuga yang panjang dipendekan. Sampai-sampai seingat kita ada beberapa Qori yang tidak tahu apa yang dilakukan pada lagu akhir penutup ayat, sang juri pun sering menilai kurang baik walaupun mereka tidak tahu lagi apa sebenarnya untuk penutup ayat tersebut. Hal semacam inilah yang mendorong kita untuk mengangkat kembali lagu-lagu untuk pendukung ayat suci Al Qur'an bila akan dibacakan dan dari sinilah kita berinisiatif untuk mengungkapkannya ke permukaan.

Semoga gagasan dari pada Qori dan Qoriah untuk mempertahankan seni budaya baca Al Qur'an bertambah mantap dengan kembali lagu-lagu tersebut sebelum hilang ditelan zaman.

Latar Belakang Sejarah Lagu di Banten

Banten merupakan sisa-sisa kerajaan lslam yang terkenal di seluruh dunia. Bukan hanya perekonomiannya saja yang pesat, tapi juga tata pemerintahan, politik, sosial dan kemasyarakatan. Satu hal yang perlu dicatat bahwa "kefakihan:" yang dilaporkan oleh Serrurier L, 1902 merupakan situs atau lokasi pendidikan lslam yang masyhur (asal kata fiqih). Kefakihan dari data selarah dan arkeologi adalah merupakan lsnstitut Agama islam di saat pesatnya Kerajaan lslam Banten Zaman Tirtayasa.

Bahkan Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin tahun 1733 pernah meminta kepada seorang filosofinya Abdurrahmna Abdulah untuk menuliskan beberapa amalan berupa tasawuf yang diamalkan dan dibacakan dengan lagu yang merdu oleh para santrinya ketika itu. Pada abad 19 seorang ulama terkenal Kyai Nawawai Al-Bantany dari Tanahara bangkit menyusun buku-buku lslam termasuk tafsir Al Qur'an (tafsir Munier) yang sampai sekarang ini masih diterbitkan oleh Darul Kitab di Bairut Libanon kendatipun negara itu sekarang dalam keadaan perang saudara yang tidak berkesudahan. Ternyata tafsir munir masih dipelajari oleh umat lslam seluruh dunia, seperti juga Universitas Tample dan Pennyilvania USA di Jurusan Perbandingan. Pada masa perkuliahan Dosen selalu membaca ayat suci Al Qur'an dengan lagu yang biasa dilakukan di Banten sebelum membacakan makna yang terkandung di dalamnya.

Dari kurun sejarah berikutnya pada awal abad 20 seorang Hafidzul Qur'an dari Serang menurut KH. Syadeli Hasan pada ceramhnya di Fakultas Syari'ah Universitas Maulana Yusuf tahun 1964 bertempat di Kedalingan Serang ditegaskan Hafi$dz tersebut bernama Tubagus Ma'mun (anak Tb. Soleh Ma'mun) telah mengisi lembaran sejarah Al Azhar Kairo (Mesir) karena kemenangannya merebut juara musabaqoh Al Qur'an se-dunia. Lagu yang dibawakannya lagu "qolun" dan menurut salah seoang santrinya yang bernama Michrob (alamarhum) bin Tubagus Rabid dari Kubang Serang (asal Bojonegara) menceritakan bahwa lagu-lagu "tempo doeloe" yang masih bertahan hingga 1943 adalah lagu yang berjudul qolun, sondol, bayati, sikah, raqbi dan lagu husaini. Lagu-lagu tersebut berkembang hingga tahun 1964 dengan penambahan versi atau "kembang" bahkan seperti sikah terpecah menjadi dua sikah, sikah hamro dan sikah jadid. Dari perkembangan Ummi Qulsum dalam membawakan lagu-lagunya menampilkan ciptaan Abdul Wahhab dengan gaya barunya, membuat sejarah di Banten dengan sebutan lagu "rasydi" dan "yamman hijaj". Padahal sejak film Mesir masuk ke Sampurna Serang (dahulu gedung Banten Park, yang sekarang Gedung Pelita) gedung satu-satunya bioskop tertua banyak digemari masyarakat karena beredarnya film-film yang bernafaskan lslam. Film "Bulbul Affandi" dengan beberapa penampilan lagu "bayati" cukup mempesona publik, tetapi hal itu sudah terlupakan oleh para Qori untuk menyemarakan "Qodidah" atau yang dikenal "Mawalan". Saat itu tertutup karena masyarakat Banten masih tetap interes pada lagu sikah yang bisa dipakai pada upacara pernikahan "buka pintu" mempelai pria dan wanita di dalam penyelenggaraan walimatul arusy khususnya di sekitar Kabupaten Serang. Selesai kedua mempelai bersalaman sesuai buka pintu tersetebut biasanya acara dilanjutkan dengan pengajian ayat-ayat suci Al Qur’an sambutan dan tabligh. Setelah makan malam bersama hiburan untuk masyarakat setempat dan para undangan adalah "yalail" yang artinya (bahsa arab) Hai Malam. Semalam sebelum lagu-lagu berkumanadang dan bersautan satu sama lain bergilir dianatara Qori yang diundang sohibulhajat. Pada kesempatan ini masyarakat turut serta memberikan semangat bahkan sebagian diantara mereka masuk ke ruang kosidahan saraya membantu tepukan tangan (ritme) yang disesuaikan dengan irama lagu dan ketimpring atau terbang (suatu alat qosidah terbuat dari kayu, kulit dan logam sebagai kecrek) berbentuk dram.

Ada yang menarik perhatian khusus dalam dunia qosidahan di Banten saat perkembangan lagu tahun lima puluhan adalah terjuluknya beberapa keistimewaan setiap Qori, masyarakat pada saat itu hafal akan sebutan suara-suara khsusus, seperti:

a. Kyai Tb. Soleh Ma'mun disebut Ki Soleh dengan suara "alus-sutreu”

b. Haji Syibli Cilegon dengan sebut suara"cempreng" atau "keras"

c . Ustadz Man'as dari Cibeber keistimewaan suara "jero” suara yang keluar dari dalam

d. Tb. Wasi Abbas mendapad julukan Tus Kuncung dengan suara "renyah"

e. Ustadz Tabrani dari Benggala dengan gelar khusus ya "ngegelik"

Dari lima Qori tersebut ada dua orang "Qori" penghibur dengan kekhususan terdiri, yaitu Mang Bachri si jago lawak dari Tibeusurak dan Adi Nani (Halwany Michrob) si Kiwe Cilik dari Kubang karena dia termasuk termuda diantara grup Yalil yang memegang ketimpring dengan tangan kiri. Semua ini hanya merupakan kenangan masa dan perlu kita gali kembali serta dilestarikan kembali untuk mewujudkan sejarah seni para Qori Banten yang lengkap dan akan dapat dihayati oleh para Qori yunior di abad milenium ini, untuk mempertahankan kelangsungan hidup sejarah seni lagu dan pembawanya. Ada satu hal yang perlu kita catat dan dibukukan adalah bahwa sejak adanya seorang ahli penterjemah bahasa Arab yang bernama KGS. M. Said Agustjik dari Kantin Serang mantan karyawan Dep. Penerangan Kab. Serang pada tahun 1962 hingga 1967 pernah Serang mendapat perhatian dari kebudayaan lslam Kedubes RPA di Jakarta setia bulan suci Ramadhan sering mengirimkan para qori dari Mesir seperti Abdul Basit Abdussomad di pendopo Kabupaten Serang atau di Masjid Agung membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an dengan lagunya yang melengking tinggi dan napas yang panjang membawakan qiro'at sab'a dapat mempesona dan berkenan di hati masyarakat yang memadati ruangan. Mereka datang dari daerah Banten (Serang, Pandeglang, Lebak dan Tangerang) serta sekitarnya sampai "balik sahur" (sampai jauh malam menjelang sahur). Sayangnya Duta Qori dari Mesir ini tidak berlanjut karena terhalang adanya peristiwa G 30 S / PKI tahun 1965 (30 September). Sejak saat itu hingga sekarang jarang kita mendengar dan menyaksikan lagu Qiro'ah tersebut bahkan "ya lail" pun hampir punah tidak lagi tercantum dalam undangan walimatul arusy adanya hiburan tercantum seperti yalil atau mawalan/qosidahan.

Nama jenis lagu-lagu

Nama jenis lagu yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu : Yalil dan Mawalan.

a. Yalil

(ya lail) adalah sejenis lagu yang tidak memakai iringan terbang atau ketimpring. Lagu-lagu tersebut adalah :

1. Qulun, menggunakan oktaf tujuh tingkatan (pitung surungan)

2. Sondol, daftar monotne dengan tidak memakai surungan

3. Bayati, menggunakan sempat tingkat nada (patang surungan)

4. Raqbi, lima tingkat nada (limang surungan)

5. Sikah, (dengan perkembangan sikah jadid dan hamroh) masing - masing tiga atau empat tingkatan nada lagu

6. Husaini, empat tingkat nada

7. Rasydi, empat tingkat nada

8. Yamman Hijaj, dua tingkat nada

9. Hadral maut, monotune, tanpa angkatan nada

b. Mawalan.

Yang biasanya dilagukan setelah adanya Ya Lail atau sebaliknya, karena satu sama lain harus saling memperkuat atau mendukung jenis lagu. Kalau mawalan dialunkan dengan nada tinggi, Ya Lail hanya dilagukan oleh para Qori yang kuat dengan nada tinggi. Sering terjadi kalau lagu mawalan terlalu tinggi sebagai qori menyetop dan mengulang lagi dari awal dengan nada yang lebih rendah barulah setiap Qori beryalil dengan semangat dan disurung oleh grup dan hadirin. Ada kelucuan pada tengah-tengah lagu yalil terhenti tidak lanjut karena si penyurung "injak gas" dengan suara bersamaan dengan nada tinggi hingga terkuras suara Qori yang membawakan yalil tersebut dan terhenti karena tidak kuat tarik suara untuk melanjutkan hingga selesai. Inilah seninya beryalil dan terkadang kita akan mendengar perbedaan suara yang baik, enak atau disebut "pulen" dan "empuk". Atau juga sebaliknya, suara fals atau "mentah", "greah", "menggoyong" atau "kepelicut" dan sebagainya. Adapun lagu-lagu mawalan dengan tujuh idkholussururu (mengisi waktu gembira) sejak tahun lima puluhan sering dikumandangkan lagu :

1. Alarowjanna

2. Alabaladilmahbub

3. KhoironAlaih

4. Antal hayat

5. Ghonniyaabuya

6. Ghonili

7. lfroh ya qolbi

8. Lisyawilfi

9. Lau rabihtu ya nasiba

Dari sembilan lagu-lagu lama ini muncul film Mesir tahun 1955 berjudul : “Lubnani fil Jamaah" diputar di Bioskop Sampurna (Gedung Bisokop Pelita Pasar Lama) mulai pula bertambahnya lagu-lagu di daerah karena adanya lagu-lagu di dalam film tersebut. Ditambah lagi adanya orkes yang termasyhur di Serang bernama “Al-Wihdah" di bawah pimpinan Tb. Aslah, putra dari seorang pelopor wanita dalam qosidahan bernama ibu Zainab dari kaloran. Orkes gambus ini yang sering mendapat kiriman lagu-lagu dari orkes gambus Alwaton di Jakarta hingga banyak lagu yang berkumandang lagu-lagu "albar" di Serang. Dari angkatan muda Qori dan Qoriah bermunculan di kota Serang dengan adanya pesantren Al-Qur'an di Lontar di bawah pimpinan Ustadz Saleh Ma'mun. Dari kalangan pemudanya tumbuh Qori baru pada tahun enam puluhan seperti Qurtubi, Qomaruzzaman, Tb. Abbas Al-Ma'mum, Tb. Rafiudin, Tb. Mahfud, Haji Mastur, bahkan Jakarta seperti Tori Akhmad, Cecep dan beberapa Qori lainnya dari Jawa Barat turut bergabung di Serang dalam suatu hajatan atau resepsi pernikahan. Dari sinilah banyak perbendaharaan lagu-lagu baru seperti yang ditulis oleh Tb. Rachmat dari Jakarta. Lagu-lagu tersebut sebagai berikut ini adalah :

1. Zannuba

2. Unzurilabadrissama

3. Zainwallahyazain

4. Alalaulala

5. Yawaburullil

6. Liibni Hasyirn

7. Alaikasolatilah

8. Alhawwaroh

9. Busyatirikamil

Koordinasi Ya Lail dan Mawalan

Ternyata kita harus mempelajari dengan cermat beberapa lagu yang sementara pada Qori sekarang ini hanya tahu bagaimana awal membaca isti'adzah kapan mengalunnya suara pada lagu di tengah Qur'an dibacakan dan tahu pula bagaimana penutup ayat menjelang sodaqollohu. Akan tetapi mereka kebanyakan tidak tahu nama lagu apa yang dikumadangkannya sehingga terkadang tidak bisa memasukan lagu pada ayat akhir yang sesuai dan selaras dengan sumbang atau dengan istilah "ngandang". Padahal dengan lagu apa dalam surat Al-Qur'an yang dibacanya. Suara refleks den mengena selalu pada sasaran yang dituju karenakan sering diaiarkan oleh guru ngaji dan makhroj, taiwid dan lagu menjadi satu. Di setiap adanya musabaqoh sebenarnya sebenarnya para pendengar pun termasuk juri pribadi dan dengan spontan berteriak "kedawan kuh" karena mad tobi'i dibacanya seperti mad wajib mutasil. Dengan istilah lain jangan coba-coba Qori mementingkan lagu dari Pada makhraj dan tajwid, sedangkan Yang diutamakan adalah : "wa rottilil Qur'antartila" , sampai-sampai mencuri nafas pun menjadi hal yang fatal dalam penilaian sang juri, di sinilah beratnya para Qori untuk berhati-hati di dalam membawakannya.

Hubungan ya lail dengan Mawalan dalam koordiansinya adalah juga tidak mudah. Boleh saja mawalan dengan lagu sikah hamroh dan disusun dengan ya lail mengalr lagu rasyid, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan dan timbul istilah "mentah" karena sulit untuk mensesuaikan sang Qori dengan lagu yang dibawakan bertentangan den lirik dan tangga nadanya. Bila hal ini terjadi, biasanya sering diulang lagu mawalan yang lain untuk mengaantar ke lagu rasydi tadi, ini merupakan kekompakan para Qori untuk mejaga kewibawaan satu sama lain ditelinga pendengarnya. Kita ingat Pada massa Kiyai Soleh Ma'mun sering turut dilapangan, tidak semua Qori saat itu membawakan qiro'at al-quran, yang membaca adalah orang yang terpilih saat itu, sesuai qiro'at baru semua pendapat bergiliran melagukan Ya lail dan Kosidahan.


Sumber Data :

Halwany Michrob & Mujahid, Catatan Masalalu Banten, Percetakakan Saudara 1993

Halwany Michrob, Catatan Sejarah Ya Lail dan Qosidah, 1995

7 komentar: