Senin, 30 Juni 2008

Wisata Ziarah di Reruntuhan Kerajaan Banten, Bersimpuh Sambil Mengharap Berkah

DN. Halwany


Hari Jumat padi saya berwisata ke Banten Lama, mengunjungi museum, melihat laut dari menara masjid dan saya melihat beberapa orang sedang bersimpuh di depan makam Sultan Hasanudin yang terletak di sebelah utara Masjid Agung Banten di Desa Banten, 10 kilometer sebelah utara Kota Serang, Provinsi Banten. Mulutnya komat-kamit membaca doa secara cepat dan mimik wajahnya terlihat penuh pengharapan. Saya menanyakan pada salah seorang penziarah dan diapun menjawab tanpa ragu-ragu “setiap hari Jumat saya ke sini, sekadar berziarah kepada para leluhur dan mencari berkah. Sebulan sekali pada malam Jumat saya tidur di masjid ini untuk membaca doa-doa, wirid, atau membaca Al-Quran,” kata Yanto yang lahir di Yogyakarta dan sudah tujuh tahun tinggal di Kota Serang. Biasanya sepulang dari berziarah, Yanto membawa air putih dalam botol kemasan air mineral. Air ini sengaja diletakkan di dekat makam raja ketika dia berwirid atau membaca Al-Quran. Air ini diyakini telah diberkati. “Airnya saya percikkan ke sekitar tempat saya berdagang. Ini sudah kebiasaan saya,” katanya. Yanto tidak sendirian, banyak Yanto Yanto yang lain yang melakukan hal serupa. Setiap tahun tercatat 12-13 juta orang berdatangan ke kawasan reruntuhan Keraton Kerajaan Islam Banten yang jaya pada abad ke-12. Mereka datang dari berbagai daerah, baik dari luar maupun dari Banten sendiri. Kedatangan mereka selain untuk berwisata, juga untuk mendapat berkah di petilasan kerajaan ini.

Sultan Hasanudin merupakan raja pertama yang memimpin Kerajaan Islam Banten setelah didirikan oleh ayahnya, Syarif Hidayatullah yang berdiam di Gunung Jati, Cirebon. Gelar yang dipangku saat itu adalah Panembahan Maulana Hasanudin. Kota kerajaan yang semula berpusat di Banten Girang dipindahkan ke dekat muara Sungai Cibanten yang kemudian dikenal dengan nama Banten (keraton Surosowan). Pemindahan ibu kota ini setelah Pucuk Umun (Raja Banten) ditaklukkan dan daerahnya telah diislamkan oleh Maulana Hasanudin. Kejayaan kerajaan Banten ini terbukti dengan adanya ekspor-impor perdagangan antara negara (Halwany, 1993) dan pesatnya perkembangan pelabuhan. Tercatat bangsa yang berniaga itu adalah Inggris, Spanyol, Portugis, Arab, Melayu, Gujarat, Persia, Cina, dan bangsa-bangsa lainnya. Kejayaan pelabuhan ini menggeser ketenaran Sunda Kelapa (Jakarta). Namun Belanda menghancurkan kerajaan Banten ini setelah terjadi perpecahan pada pewarisnya. Belanda berhasil meyakinkan Sultan Haji untuk menyerahkan ayahnya, Sultan Agung Tirtayasa ke Belanda untuk dipenjara dan diasingkan. Belanda pun memindahkan kota Banten Lama ke Kota Serang yang hingga saat ini masih berdiri.

Kini reruntuhan keraton ini berserakan di atas tanah seluas 3,5 hektare di Desa Banten. Hanya tinggal Masjid Agung yang utuh dari kejayaan Kerajaan Banten dan itupun telah berulang-ulang direnovasi. Bangunan-bangunan keraton dan benteng di kawasan Banten Lama ini nyaris rata dengan tanah hanya tinggal puing-puing berserakkan. Sisa-sisa keraton ini yang kini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berziarah yang diyakini mendatangkan keberkahan bagi yang mempercainya. Dari Kota Serang menuju Banten banyak makam Raja-raja di sepanjang jalan, ada makam-makam raja, bala tentara dan pembesar kerajaan yang terkenal namanya, karena kebajikan maupun kepahlawanannya melawan penjajahan. Misalnya, Maulana Yusuf yang terkenal dalam penyebaran agama Islam, Pangeran Arya Mandalika dan banyak lagi yang lainnya. Sebenarnya wisata ziarah sebelum sampai Banten Lama sudah dikatakan dimulai karena banyak makam disepanjang jalan yang disinggahi penziarah. Makam itu disertai dengan fasilitas parkir, kolam untuk wudhu, MCK, dan sebagainya.

Mendekati lokasi Masjid Agung Banten terdapat reruntuhan Keraton Kaibon yang kini sudah dipagar. Keraton Kaibon dibangun setelah berdirinya Keraton Surosowan yang merupakan keraton utama, tempat raja menjalankan pemerintahannya. Pembangunan kedua keraton itu dibantu arsitek Portugis bernama Cordel yang dianugerahi gelar Tubagus (Tb) Wiraguna. Sedangkan Keraton Kaibon dibangun untuk dipersembahkan kepada ibunda raja tercinta.

Keraton Surosowan merupakan pusat pemerintahan zaman kesultanan namun sekarang tinggal reruntuhan kerajaan, pondasi-pondasi dan bagian-bagian kecil yang tersisa. Di sebelah selatan, terdapat sebuah kanal yang dihubungkan dengan Jembatan yang di kenal dengan jembatan rante. Sedangkan Tasikardi adalah merupakan waduk tempat pengairan sawah dan sebagai sumber air bersih yang memasok kerajaan (keraton Surosowan). Sedangkan di sebelah utara terdapat masjid agung dan sebuah museum yang memajangkan berbagai benda pusaka. “Dulu, kapal-kapal perniagaan bisa merapat ke dekat keraton ini dan menyusuri Sungai Cibanten hingga ke Girang (daerah hulu yang sekarang dikenal Banten Girang di Kota Serang). Sekarang semuanya sudah tertutup, tinggal Pelabuhan Karanghantu yang tersisa.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang menyediakan terminal dan lapangan parkir cukup luas untuk kendaraan wisatawan. Dari parkir ini, dibuat jalan paving block untuk berjalan kaki menuju Masjid Agung dan makam Sultan Hasanudin. Sayangnya, lapangan parkir dan pinggir jalan itu dipenuhi berbagai pedagang mulai dari penjual kopiah, kemenyan, penganan hingga buah-buahan. Serta banyak sekali para pengemis ada yang masih anak-anak yang setia mengikuti pengunjung sebelum diberi uang recehan. Sekitar 300 meter dari lokasi parkir, tampak meriam Si Jagur yang unik karena di bagian penyulut sumbunya berhiaskan kepalan tangan yang jari jempolnya diselipkan di antara jari telunjuk dan jari tengah. Meriam Si Jagur diyakini berpasangan dengan meriam Si Amuk yang kini berada di Jakarta. Keduanya merupakan hadiah dari Portugis dan digunakan untuk menjaga pantai. Konon, siapa yang sudah merangkul kedua meriam itu akan hidup bahagia dan serasi dengan pasangan hidupnya. Sedangkan bagi yang belum berkeluarga, keberanian dan kegarangan Si Jagur akan menular kepadanya. Si Jagur ditempatkan di depan halaman Museum yang dibangun pemerintah pusat. Di museum itu dipajang penemuan hasil penggalian para arkeolog mulai dari gerabah, persolen cina, mata uang Banten, persenjataan hingga baju-baju kerajaan.

Menara Masjid Banten kini menjadi lambang bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Menara ini biasa dinaiki pengunjung. Di atasnya, bisa melihat laut sebelah utara dan pulau-pulau kecil, pelabuhan, serta perkampungan di sekitar reruntuhan kerajaan. Pada sore hari, pemandangannya sangat menakjubkan. Sebelum berziarah ke makam raja, jangan lupa membeli air mineral untuk meangkap berkah doa-doa. Pulangnya. Jangan lupa pula, menyiapkan recehan karena akan diserbu pengemis anak-anak yang merengek dan mengikuti Anda. Sekali Anda memberi recehan, pengemis lain akan mengerubuti Anda.

1 komentar:

  1. Melalui ini saya ingin memberitahukan bahwa saya telah kehilangan Laptop HP Presario V3908 no. produk : FK-596-PA no. seri : 2CE-8200-GDH pada tanggal 13 Oktober 2008 sekitar jam 01.00 – 02.00 WIB ketika dalam perjalanan naik bus ARMADA jurusan Kp.Rambutan – Merak.

    Mohon bagi siapa saja yang mengetahui keberadaan laptop ini menghubungi saya.

    Semoga musibah yang saya alami dapat meningkatkan kewasdaan kita dalam menumpang kendaraan umum.

    Pastikan kendaraan umum yang anda tumpangi nyaman dan jauh dari pencuri. Selain itu pelayanan dari penyedia angkutan umum lebih baik dalam melindungi penumpangnya dari segala tindakan kejahatan.

    Mohon membantu saya dengan menyebarkan email saya ke milist anda.

    Marilah kita memerangi pencurian dalam kendaran umum.

    Terima Kasih,

    Yohanes SH

    http://kameradyoyoisme.blogspot.com/

    BalasHapus