Kamis, 26 Februari 2009

Banten Dalam Keragaman Agama

DN. Halwany


Jalur Sutra, yang menghubungkan antara India dan Nusantara berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur didalam negeri dengan pendatang dari India, Cina, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di Nusantara. Khususnya Banten yang daerahnya sangat strategis, yakni berada pada jalur pelayaran dan perdagangan Nusantara, bahkan Internasional dan kesuburan tanahnya, Banten berhasil mengalahkan negara indukya bahkan dapat menguasasi sebagian wilayah kekuasaan Pajajaran pertengahan abad 16. Sehingga 'wajar' Banten terdiri dari beberapa agama yang mewarnai. Ditambah lagi dengan kultur masyarakat Banten yang sejak dahulu di kenal sebagai orang yang sangat fanatik dalam hal agama, juga bersifat agresif dalam hal agama.

Penduduk Banten sebagian besar keturunan orang Jawa dan Cirebon yang dalam perjalanan waktu berbaur dengan orang-orang Sunda, Bugis, Melayu dan Lampung. Perbauran yang begitu intens menyebabkan penduduk Banten memiliki perbedaan-perbedaan dalam hal bahasa dan adat istiadat dengan amasyarakat asalnya. Begitu pula dalam hal penampilan fisik dan watak, orang Banten menunjukkan perbedaan yang nyata dengan orang Sunda, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Diantara yang membentuk kebudayaan mereka, hampir tak terdapat ciri-ciri peradaban Hindu-Jawa. Islam melakukan penetrasi yang sangat dalam pada masyarakat banten. Adalah Banten yang kini merupakan salah satu provinsi di Indonesia, Setelah pisah dari provinsi Jawa Barat tahun 2000. Tuntutan yang serupa sebenarnya telah dua kali di lakukan, yakni tahun 1963 dan tahun 1970, namun selalu mengalami kegagalan.

Banten terletak di bagian Barat Pulau Jawa yang melingkupi daerah Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang, Cilegon dan Tengerang, atau hanya lebih kurang 20% dari keseluruhan wilayah yang pernah di kuasai pada masa Banten lama yang meliputi, Bogor, karawang, Kerawang Bekasi hingga perbatasan Cirebon di wilayah Timur dan Lampung masuk kekuasan Banten lama di wilayah Barat. Disebelah utara terdapat laut Jawa, sebelah Barat terdapat Selat Sunda dan sebelah selatan terletak samudera Indonesia. sedangkan batas disebelah Timur terbentang dari Cisadane (Tangerang) sampai pelabuhan Ratu. Pulau-pulau di sekitarnya yang masih termasuk wilayah Banten adalah Panaitan, Pulau Rakata, Pulau Sertung, Pulau Panjang, Pulau Dua, Pulau Deli dan Pulau Tinjil. Berdasarkan sensus tahun 2000, atau lebih jauh lihat Banten angka Tahun 2000, Bapeda Provinsi & Badan Satatistik Kabupaten Serang. Disebutkan bahwa jumlah penduduk Banten kini sekitar 8.098.277 orang dengan komposisi 95,89% beragama Islam, 1,03% beragama Katolik, 1,59% beragama Protestan 0,22% beragama Hindu, 1,15% beragama Budha, sedangkan sisanya memeluk agama lokal (Sunda Wiwitan), yakni orang-orang Baduy. Berdasarkan sejarah bahwa Banten adalah salah satu wilayah yang menjadi bandar besar yang menjadi persinggahan utama dan penghubung antara pedagang dari berbagai negara, diantaranya Arab, Parsi, India dan Cina dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sehingga wajar kalau Banten khususnya, Nusantara Umumnya terjajah oleh agama-agama yang di usung masing-masing negara yang melakukan transaksi perdagangan.

Islam di Banten.
Berdirinya kesultanan merupakan titik awal dari kesejarahan Banten yang menjadi identitas diri dan kenangan yang tidak pernah mati di sebagian mayoritas masyarakat. karena itu tidak heran apabila tempat-tempat suci yag ramai dikunjungi masyarakat adalah bekas reruntuhan istana kerajaan, kompleks makam Keraton dan tempat-tempat terpencil yang menjadi lokasi pertapaan para pemimpin politik dan agama kesultanan Banten. Dalam Babad Banten diceritakan bahwa Kesultanan Banten didirikan oleh Maulana Hasanuddin, yang hingga kini merupakan salah satu tokoh penting dalam riwayat kehidupan masyarakat Banten. Maulana Hasanuddin dan ayahnya Syarif Hidayatullah datang dari Pakungwati (Cirebon) untuk mengislamkan masyarakat di daerah Banten. Mereka datang di Banten Girang, kemudian menuju Selatan, ke gunung Pulasari, tempat bersemayamnya 800 Ajar yang dikepalai oleh Pucuk Umum. Diatas gunung Pulasari ini Hasanuddin melakukan ‘tapa’ dan menerima pelajaran tentang agama islam dari Syarif Hidayatullah. Setelah dipandang cukup, Hasanuddin pergi keseluruh anak negeri. Ia pernah tinggal di Gunung Pulasari, Gunung Karang dan Gunung Lor, bahkan sampai ke pulau Panaitan di Ujung Kulon.

Dalam menyebarkan ajaran islam kepada penduduk Pribumi, Hasanuddin mempergunakan cara-cara yang dikenal oleh masyarakat setempat, yakni menyambung Ayam dan mengadu kesaktian. Dengan cara seperti itu Hasanuddin berhasil mengalahkan Pucuk Umum, sehingga 800 Ajar dan dua orang Punggawa Pajajaran, Mas Jong dan Agus Jo, bersedia Memeluk agama islam dan menjadi pengikut Hasanuddin. Dengan takluknya Pucuk Umum dan para pengikutnya, Hasanuddin memindahkan Pusat Pemerintahan Banten dari pedalaman yakni Banten Girang (3 km dari kota serang) ke daerah Pesisir, yang kemudian di kenal dengan nama Surosowan. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan 8 Oktober 1526. Kejayaan kesultanan Banten tetap terus bertahan setelah Maulana Hasanuddin Banten wafat (1570 M). Para pengganti beliau yakni : Maulana Yusuf (1570-1580), Maulana Muhammad (1580-1596), Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651) dan sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672), terus berusaha memperluas kekuasaan kesultanan Banten. Sehingga wilayah kesultanan Banten meliputi juga daerah Jayakarta, Kerawang, Bogor.

Hasanuddinn berhasil mengubah daerah nelayan kecil menjadi sebuah Ibu Kota Negara, dengan pelabuhannya yang di datangi para pedadang manca Negara. Sehingga pemindahan pusat pemerintahan dari daerah pedalaman ke pesisir sangat menguntungkan baik dalam bidang politik maupun social-ekonomi. Karena dengan di pindahnya pusat kota itu maka hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di pesisir Jawa, Sumatera, bahkan hubungan dengan kerajaan luar Nusantara pun dapat terjalin dengan mudah. Pelabuhan Banten, yang dulu hanya pelabuhan kecil, pada masa Maulana Hasanuddin telah berubah menjadi Bandar besar yanga menjadi persinggahan utama penghubung antara pedagang dari Arab, Persi, India dan Cina dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Dengan keadaan seperti itu, Banten telah menjadi kesultanan yang paling penting di Nusantara. Hal ini tentunya mendatangkan kemakmuran ekonomi dan kebanggaan bagi para penduduknya. Sesuatu yang tidak pernah di rasakan oleh masyarakat Banten pada masa-masa sebelumnya.

Sejarah Singkat Hindu
Kultur dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan Budha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit. Candi Prambanan adalah kuil Hindu yang dibangun semasa kerajaan Majapahit, semasa dinasti Sanjaya. Kerajaan ini hidup hingga abad ke 16 M, ketika kerajaan Islam mulai berkembang. Periode ini, dikenal sebagai periode Hindu-Indonesia, bertahan selama 16 abad penuh. Berbicara tentang agama yang di usung oleh negeri Dewata. Pemilik sungai Gangga (India) berupa agama Hindu. Tidak lah dipungkiri bahwa Agama Hindu sudah nampak di permukaan Nusantara/Banten semenjak islam belum masuk di Bumi Nusantara. Lebih lanjut kita berbicara Hindu di wilayah Banten itu tidak terlepas dengan prasasti ataupun Arca-arca peninggalan zaman dahulu sehingga tidak di elakkan lagi bahwa di Banten pernah tumbuh berkembang agama Hindu. Sendi-sendi religi masa silam pra Hindu di seputar lereng dan suku Gunung Pulasari, Gunung Karang dan Gunung Aseupan. Ketiga gunung tersebut memiliki nilai keramat bagi masyarakat Banten. Sebab Pucuk Umum, Ratu-pandita “Hindu” sebagai penganut agama Hindu kala itu menandakan sungguh Banten telah dihuni orang-orang yang beragama Hindu.

Sunda Wiwitan
Di kawasan Provinsi Banten, masih terdapat gejala religi “agama masa silam”, dan masih di anut oleh kelompok masyarakat yang menamakan diri “Sunda Wiwitan” (Sunda awal). Menurut adat dan kepercayaan, orang-orang Baduy mewakili suatu zaman peradaban Pasundan yang telah silam. Meskipun kita jauh dari pengetahuan yang pasti tentang satu dan lainnya mengenai pandangan mereka dan melihat keterasingannya yang ketat yang mereka lakukan, sejauh ini dapat disimpulkan bahwa itu bukan penganut ajaran Ciwa atau Wisnu, bukan penganut suatu sekte Hindu ataupun Budha. Walaupun kurang terdapat keterangan terinci, namun berdasarkan berbagai pengamatan dan laporan resmi Djajadiningrat serta pengamatan Pennings (1902), Van Tricht mengemukakan tentang agama Sunda sebagai kepercayaan orang Banduy. Agama ini merupakan agama tua yang di peluk oleh penghuni wilayah Jawa Barat (sekarang) yang permulaan penyebaran agamanya sedikit sekali di pengaruhi oleh agama Hndu. Mengenai jejak religi masa silam seperti itu berdasarkan sebagaimana berikut : sesuai dengan kehidupan leluhurnya yang masih biasa berpindah-pindah tiap habis musim panen, watak agama yang diwarisinya lebih sederhana dalam arti : praktis, akrab dengan alam dan lebih mengutamakan isi daripada bentuk. Praktis sehingga dapat di laksanakan di manapun mereka berada. Akrab dengan alam sehingga lebih mengutamakan keheningan mutlak daripada kehirukpirukan Massa. Lebih mementingkan isi ukuran kesungguhan dan kekhidmatan tidak di dasarkan kepada nilai-nilai materil benda-benda upacaranya melainkan dalam hati dan tingkah laku.

Budha
Mungkin tidaklah berlebihan bahwa Bumi Nusantara adalah Bumi yang paling banyak macam-macam agama yang ikut mewarnai Bumi Nusantara. Entah berapa jumlahnya yang pasti agama Budha pun turut serta menghiasi Nusantara. Tentang agama ini, lagi-lagi dengan melihat historis tentang Bumi Nusantara yang sudah dari dulu menjadi persinggahan utama dan penghubung pedagang dari berbagai negara. Peziarah Buddha, yang melakukan ritual keagamaan mereka di Borobudur Buddha merupakan agama tertua kedua di Nusantara, tiba pada sekitar abad keenam Masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu, sejumlah kerajaan Buddha telah dibangun sekitar periode yang sama. Seperti kerajaan Sailendra, Sriwijaya dan Mataram. Kedatangan Buddha telah dimulai dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal abad pertama melalui Jalur Sutera antara India dan Nusantara. Sejumlah warisan dapat ditemukan di Bumi Nusantara, mencakup candi Borobudur di Magelang dan patung atau prasasti dari sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal. Begitupun Banten walaupun Budha Kurang menguasai Banten akan tetapi masih banyak di temui acra-arca walaupun tidak sebesar Candi Borobudur dll, akan tetapi setidaknya sedikit menjelaskan Budha pernah mewarnai Banten.

Kristen Protestan
Kristen Protestan berkembang di Nusantara selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke 16 M. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Nusantara. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke 20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eropa ke beberapa wilayah di Nusantara, seperti di wilayah Barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi perebutan kekuasaan, semua orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak menerima secara seimbang hak-hak sebagai warganegara. Sebagai hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota, sebagian besar dari mereka merasa gelisah atas cita-cita politik partai Islam.

Kristen Katolik
Kristen Katolik tiba di Nusantara saat kedatangan bangsa Portugis yang berdagang rempah-rempah. Banyak orang Portugis yang memiliki tujuan untuk menyebarkan paham Katolik Roma di Nusantara, dimulai dari kepulauan Maluku pada tahun 1534. Antara tahun 1546 dan 1547, pelopor misionaris Kristen, Francis Xavier, mengunjungi pulau itu dan membaptis beberapa ribu penduduk lokal. Selama masa VOC, banyak praktisi paham Katolik Roma yang jatuh, dalam hal kaitan kebijakan VOC yang mengutuk agama itu. Yang paling tampak adalah di Flores dan Timor Timur, dimana VOC berpusat. Lebih dari itu, para imam Katolik Roma telah dikirim ke penjara atau dihukum dan digantikan oleh para imam Protestan dari Belanda. Seorang imam Katolik Roma telah dieksekusi karena merayakan misa kudus di suatu penjara semasa Jan Pieterszoon Coen menjabat sebagai gubernur Hindia Belanda. Dan alhamdulillah Katolik di Banten sedikit.


Sumber Data :
1. Halwany Michrob, 1992, Pengembangan Industri Keramik di Banten
2. Halwany Michrob, 1992, Katalogus Koleksi Data Arkeologi Baten

2 komentar:

  1. Perlu digaris bawahi bahwa agama kristen protestan dan Katolik dibawa oleh para penjajah dari eropa yang merebut dan menindas bangsa pribumi, bukan hanya di Indonesia saja tetapi di seluruh dunia. Namun kadang mereka tidak menyadari bahwa agama mereka dibawa oleh para penjajah yang menggunakan kekerasan bukan secara perdamaian.

    BalasHapus